Penajam Paser Utara, Wajah Ibu Kota Negara Baru di Masa Depan

Ilustrasi, visualisasi gagasan Ibu Kota Negara Baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur - PUPR

PRESIDEN Joko Widodo secara resmi sudah mengumumkan wilayah yang ditunjuk sebagai ibu kota baru, pada Senin 26 Agustus 2019 siang. Selain Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara jadi wilayah di mana nantinya pemerintahan negara berpusat.

Calon ibu kota baru tersebut terletak dalam kawasan strategis nasional (KSN) seluas 256.142 hektare (ha) di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki wilayah seluas 25.988,08 kilometer (km) persegi dengan Ibu Kota Tenggarong. Wilayah tersebut sekitar 20,41% dari total wilayah Kaltim seluas 127.346,94 km persegi.

Presiden Joko Widodo juga menegaskan, Ibu Kota negara baru merupakan bagian dari transformasi besar-besaran yang sedang dilakukan. Untuk itu, pembangunan Ibu Kota negara baru bukan sekadar memindahkan fisik perkantoran milik pemerintah.

“Pembangunan Ibu Kota baru ini bukan semata-mata memindahkan fisik kantor-kantor pemerintahan. Tujuan utama adalah membangun kota baru yang smart. Kota baru yang kompetitif di tingkat global. Membangun sebuah lokomotif baru untuk transformasi negara kita Indonesia menuju sebuah Indonesia yang berbasis inovasi dan berbasis teknologi, dan yang berbasis green economy. Karena dari sinilah kita memulai,” katanya dalam acara Dies Natalis ke-67 Universitas Parahyangan.

Namun sejalan dengan pembangunan secara fisik, pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan timur harus dijadikan momentum untuk membangun sebuah kota sehat, efisien, dan produktif yang dirancang sejak awal.

“Dan warganya ke mana-mana dekat. Warganya ke mana-mana bisa naik sepeda. Ke mana-mana bisa jalan kaki karena zero emission. Yang menyediakan pelayanan keamanan dan kesehatan serta pendidikan yang berkelas dunia. Bayangan kita seperti itu,” ungkap Presiden Joko Widodo.

Masa Lalu

Wilayah Penajam Paser Utara, dulunya merupakan kawasan yang dihuni oleh Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik.

Kedua suku tersebut berinduk dari Suku Paser yang saat ini tinggal di Kabupaten Paser. Melansir dari situs resmi Kebudayaan Kemendikbud, awal mulanya, kehidupan di Penajam Paser Utara terdiri dari kelompok-kelompok suku yang hidup dengan berpencar. Mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian disebut Kerajaan Adat. Ketika itu, mata pencaharian masyarakatnya secara turun temurun adalah sebagai nelayan dan petani. Adapun, Kerajaan adat yang mereka bangun berada di sekitar sungai dan teluk di kawasan Penajam.

Penajam Paser Utara secara administratif merupakan suatu wilayah otonomi. Namun, secara budaya, Penajam Paser Utara sangat erat keterkaitannya dengan Kutai Kartanegara. Hal tersebut karena keberadaan wilayah Penajam Paser Utara yang disebut Balikpapan Seberang sempat menjadi bagian dari Kutai Kartanegara. Pada 1942, Penajam Paser Utara beralih menjadi bagian dari Kabupaten Paser. Pada 10 April 2002, kabupaten ini kemudian memekarkan diri menjadi kabupaten otonomi bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.

Peninggalan masa lalu dari Penajam Paser Utara adalah keberadaan meriam, bedil, senjata, dan mesiu. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya angkatan laut masa lalu di Kerajaan Paser. Dalam catatan Raja-Raja Paser, Tunan lebih dikenal sebagai Tanjung Jumlai. Keberadaan Tunan menjadi bagian penting dari Kerajaan Paser kala itu. Oleh karena itu, tak heran jika wilayah yang dihuni oleh Suku Tunan tersebut dilengkapi armada perang untuk mengamankan sisi utara Kerajaan Paser. Keberadaan armada perang tersebut dilengkapi pula oleh keberadaan angkatan laut Kerajaan Paser yang tak lepas dari peran bangsawan Bugis Sulawesi Selatan, Petta Saiye. Dalam tugasnya, Petta Saiye membuat kapal perang dengan memodernisasi kapal perang Sultan Sulaiman Alamsyah.

Peninggalan budaya yang bersisa di antaranya makam, masjid, serta rangka bangunan, meriam, dan bunker.

Masa Depan Penajam Paser Utara

Berdasarkan ‘mimpi’ Presiden Joko Widodo, Ibu kota baru tersebut nantinya, tak hanya berpusat pada kepentingan pemerintahan semata. Presiden memimpikan agar kota tersebut bisa menjadi kawasan atraksi bisnis yang mampu memberi contoh dan bisa menjawab permasalahan-permasalahan dunia sehingga mampu menarik diaspora untuk pulang kembali ke Indonesia, juga menjadi tempat bagi orang-orang hebat dunia untuk tinggal di kota ini.

“Saya hanya bayangkan, di sana nanti ada cluster pemerintahan, ada cluster teknologi, dan inovasi seperti silicon valley. Ada cluster pendidikan, universitas terbaik ada di sana, cluster layanan kesehatan, dan cluster wisata,” jelasnya.

Jokowi bermimpi ibu kota baru bisa melebihi Dubai, Uni Emirate Arab yang memiliki jargon kota paling bahagia. Setidaknya, kata dia, ibu kota baru harus menjadi kota terbaik dan paling inovatif di dunia.

Selagi menjabat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan pusat pemerintahan di ibukota baru akan dimulai dari lahan seluas 2.000 hektar. Pembangunan tahap awalnya dimulai pada 2021-2024.

“Pusat pemerintahan dengan luas kira-kira 2.000 hektar, itu yang pasti akan berisi seluruh keperluan eksekutif, yudikatif, legislatif, termasuk istana, DPR, MA, MK, dan yang lainnya,” katanya dalam acara Dialog Nasional III: Pemindahan Ibu Kota Negara, di Gedung Bappenas, Jakarta 1 Agustus 2019.

Tahap selanjutnya akan berlangsung pada 2025-2029. Dimana pada 2029 luas ibu kota diperkirakan telah berkembang dan meluas menjadi 40 ribu hektare. Pada tahap ini dibangunnya perumahan bagi ASN, TNI/Polri serta fasilitas penunjang seperti pendidikan,kesehatan, universitas, science and technic park, high tech and clean industries, R&D centre, hingga sport centre.

Tahap terakhir yaitu 2030-2045. Pada saat itu luas ibukota diperkirakan telah mencapai 200 ribu hektare atau lebih. Dengan fokus pembangunan yang lebih luas seperti taman nasional, konservasi orangutan, dan klaster permukiman non ASN.[S21]