Buku ‘Demokrasi tanpa Demos’ yang melibatkan ratusan ilmuwan menyorot hilangnya “demos” dari proses demokrasi. Pemimpin yang terpilih melalui proses demokratis justru mengkhianati nilai-nilai demokrasi.
Koran Sulindo – Ikhtiar mendorong konsolidasi demokrasi perlu terus-menerus dilakukan, agar demokrasi tidak habis dikuasai oligarki. Upaya menantang oligarki pun dilakukan banyak pihak, termasuk oleh Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial alias LP3ES.
Melalui penerbitan buku Demokrasi tanpa Demos: Refleksi 100 Ilmuwan Sosial Politik tentang Kemunduran Demokrasi di Indonesia, LP3ES hendak mengajak para ilmuwan melakukan refleksi atas kondisi kemunduran demokrasi yang dibajak kaum oligarki, dan kian memprihatinkan belakangan ini.
Ada satu garis besar yang disorot dalam buku Demokrasi tanpa Demos, yaitu masalah pelik demokrasi yang menjadi keprihatinan kita bersama. Masalah itu tak lain merupakan hilangnya “demos” dari proses demokrasi. Pemimpin yang terpilih melalui proses yang demokratis justru berputar balik membelakangi masyarakat sipil, mengkhianati nilai-nilai demokrasi.
Untuk menerbitkan buku tersebut, pihak LP3ES mengadakan serial webinar “Forum 100 Ilmuwan Sosial dan Politik”. Di forum ini, masing-masing ilmuwan dari beragam bidang menghadirkan beragam perspektif demokrasi dan memberikan refleksi atas kondisi demokrasi bangsa.
Baca juga: Budi Darma, ‘Big Eyes’ dan Sastra Absurd
Selanjutnya diundang tujuh ilmuwan yang terlibat dalam Forum 100 Ilmuwan tersebut untuk memperkaya perspektif publik terkait dengan kemunduran demokrasi. Mereka ialah Wijayanto, Jeffrey Winters, Ward Berenschot, Yatun Sastramidjaja, Dirk Tomsa, Olle Tornquist, Andreas Ufen, dan Eve Warburton. Mereka membahas banyak topik, mulai dari oligarki, masalah lingkungan, hingga partai politik serta korupsi.
Ide awal buku Demokrasi tanpa Demos lahir pada penghujung tahun 2020 bersamaan dengan gagasan perlunya mengundang ilmuwan dari seluruh dunia. Untuk itu, pihak LP3ES pun melakukan call for paper kepada para ilmuwan terpilih untuk menulis refleksi mereka terkait masalah-masalah demokrasi di Indonesia, sekaligus memperingati hari ulang tahunnya LP3ES yang ke-50.
Kemudian, muncul ide untuk mengundang mereka berbicara dan mempresentasikan tulisan mereka. Forum itu kemudian diberi nama ‘Forum 100 Ilmuwan’. Seperti namanya, forum ini memanggil tak kurang seratus ilmuwan dari berbagai belahan dunia.
Selama tujuh bulan, Oktober 2020 hingga Juni 2021, keseratus ilmuwan diundang menghadiri 28 seri webinar, atau tiga webinar tiap minggunya. Tak kurang 135 orang terlibat dalam proyek ini. Sebanyak 77 orang di antara mereka menuliskan refleksi kritis untuk diterbitkan LP3ES dalam buku tersebut.
Sebagai apresiasi, LP3ES memajang seluruh foto orang yang terlibat dalam forum tersebut, sekaligus sebagai simbol bahwa lembaga studi LP3ES lebih memilih untuk membersamai “demos” dalam merayakan setengah abad usianya. Tak jarang nama-nama mereka disebut di media, namun sering kali terlupakan wajah mereka. [AT]