Pemilu Filipina, Kembalinya Dinasti Marcos

Seorang demonstran memegang poster saat protes pencalonan presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., putra mendiang diktator Ferdinand Marcos, di Komisi Hak Asasi Manusia, di Kota Quezon, Metro Manila, Filipina. (Foto: Reuters)

FILIPINA semakin dekat untuk kembali dipimpin keluarga Marcos setelah Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr mengungguli saingannya dalam penghitungan suara sebagaimana dilansir kantor berita AFP yang meliput pemilu Filipina pada Senin (9/05/22).

Meskipun penghitungan suara awal masih berlangsung, namun Bongbong sudah mengantongi lebih dari 50 persen suara. Dalam pemilihan yang terpisah, Sara Duterte memenangi suara untuk jabatan wakil presiden Filipina. Sara adalah putri dari Presiden Filipina saat ini, Rodrigo Duterte.

Pada pemilu Filipina 2022 ada 10 kandidat yang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden, termasuk di antaranya mantan petinju dunia, Manny Pacquiao. Namun hanya dua kandidat yang memiliki peluang yakni Bongbong dan Leni Robredo.

Bongbong sejak awal lebih diunggulkan dari pesaingnya Leni Robredo dari kubu liberal seorang mantan pengacara dan advokat HAM, dengan prediksi perolehan suara Bongbong dua kali lipat lebih banyak.

Leni adalah wakil presiden Filipina saat ini dan juga kepala oposisi. Dalam kampanyenya Leni menjanjikan pemerintahan yang terbuka, transparan dan akuntabel untuk kembali menghidupkan demokrasi di negara tersebut.

Kemenangan Marcos disebut-sebut akan memperburuk demokrasi di Filipina setelah selama enam tahun pemerintahan otoriter Duterte.

Kesuksesan Kampanye Media Bongbong Menutup Dosa Masa Lalu

Bongbong Marcos terkenal dengan kampanye-kampanyenya di media sosial terutama YouTube, Facebook dan yang terkenal adalah di Tiktok. Bongbong disebutkan menggunakan kampanye media sosial untuk menyebarkan berita-berita bohong. Terutama untuk menyerang saingan beratnya Leni Robredo yang disebutkan merupakan bagian dari komunis.

Bongbong yang berumur 64 tahun menggunakan slogan “bersama kita bangkit” untuk menggaet suara. Selain itu, Bongbong juga kerap kali dalam kampanye menyebutkan betapa stabilnya Filipina ketika ayahnya, Ferdinand Marcos berkuasa.

Meski begitu, kenyataannya selama Ferdinan Marcos berkuasa, serangkaian penculikan dan penangkapan terhadap lawan-lawan politiknya terus terjadi. Bahkan tiga tahun setelah berkuasa Marcos memberlakukan darurat militer dengan alasan untuk memerangi komunis. Dilaporkan pasca darurat militer, lebih dari 3200 orang tewas. Banyak yang jasadnya dibuang begitu saja di pinggir jalan.

Ferdinand Marcos senior kemudian digulingkan oleh gerakan massa “people power” pada 1986 setelah berkuasa di Filipina sejak tahun 1965. Ferdinand juga didakwa melakukan penjarahan aset kekayaan negara senilai US$ 10 miliar atau sekitar Rp 140 triliun. Keluarga tersebut mengungsi ke Amerika Serikat untuk menghindari gerakan people power.

Sejak kematian Ferdinand Marcos 1989, mereka kembali terjun ke politik di Filipina dan terus berupaya merehabilitasi nama baik Ayah dan keluarga mereka tersebut.

Bongbong sendiri pernah menjabat Gubernur di Ilocos Norte pada 1980, saat ayahnya sedang berkuasa. Setelah kembali dari pengasingan, Bongbong yang terjun kembali ke politik berhasil terpilih menjadi anggota kongres di Ilocos Norte pada 1992.

Pada 1995, Bongbong dinyatakan bersalah atas kasus penggelapan pajak, kasus ini semestinya mengganjal karier politiknya. Namun karier politik Bongbong terus hidup dan berkembang.

Dengan kampanye di media, Bongbong sanggup meraih banyak dukungan dari bukan saja dari kalangan miskin, tetapi bahkan kelas menengah yang kehidupannya lebih stabil.

Bongbong, berhasil membangun image bahwa pemerintahan ayahnya dahulu adalah pemerintahan yang damai dan berjalan dengan baik. Sementara untuk korupsi, dia meyakinkan bagaimana perangkat hukum saat ini telah lebih baik dalam menangani atau mencegah korupsi. Untuk memperkuat peran politiknya, ia juga memperkuat diri dengan aliansi yang dibangunnya.

Bongbong semakin dekat dengan kekuasaan tertinggi di Filipina, ketika mendapat dukungan dari keluarga Duterte. Bahkan tahun 2016, Rodrigo Duterte mengizinkan Ferdinand Marcos untuk dimakamkan di pemakaman pahlawan Manila lengkap dengan penghormatan kebesarannya.

Banyak yang ragu dengan Ferdinand Marcos Jr ini. Terutama pada keberlangsungan kehidupan demokrasi, kebebasan sipil serta politik luar negerinya yang dianggap terlalu dekat dengan Cina. [WID]