Simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 - Antara
Simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 - Antara

Penggunaan teknologi elektronik E-Voting dalam pemilihan umum (pemilu) 2024 tidak dapat terwujud, hal ini dikarenakan kendala jaringan dan teknologi yang belum merata di seluruh Indonesia.

Dalam rapat konsiyering antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, dan penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP menyepakati Pemilu 2024 belum menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik (e-voting).

Maka dalam pemilu 2024 nanti, sistem pemungutan suara masih menggunakan cara sama dengan pemilu periode sebelumnya pada 2019.

“Karena infrastruktur di kabupaten dan kota apalagi di luar Pulau Jawa yang berkaitan dengan internet belum memadai, akhirnya kami putuskan masalah digitalisasi dan regulasi tidak berubah dari pelaksanaan Pemilu 2019,” kata Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menjelaskan hasil konsinyering.

Sedangkan Anggota Komisi II DPR RI Rifqi Karsayuda. Ia menjelaskan wacana penggunaan “e-voting” sempat muncul, tetapi ada kendala lain yaitu para pihak yang memahami teknologi pendukung belum merata di seluruh daerah si Indonesia.

“Wacana e-voting tak digunakan pada 2024 dengan berbagai pertimbangan, salah satunya belum merata-nya teknologi infrastruktur di Indonesia dan berbagai macam hal-hal lain yang harus dipersiapkan,” ucap Rifqi.

Meskipun Pemilu 2024 tidak menggunakan “e-voting”, akan tetapi proses rekapitulasi suara menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Sistem itu yang berbasis elektronik/digital telah digunakan oleh KPU saat Pilkada 2020 di 270 daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar konsinyering pada Jumat (13/5) sampai Sabtu dini hari membahas sejumlah isu pemilu, di antaranya terkait anggaran, masa kampanye, teknis penyelesaian sengketa, pengadaan logistik, dan digitalisasi pemilu.

Sebagai informasi, hasil rapat konsinyering bukan kesepakatan atau keputusan resmi, karena kesimpulan pertemuan itu masih lanjut didiskusikan pada rapat dengar pendapat (RDP) di DPR RI.

“Kata kuncinya konsinyering adalah bagian dari agenda untuk menyamakan persepsi, dan konsinyering bukan agenda resmi yang keputusannya jadi keputusan resmi. Keputusan resmi (ada di) RDP,” tutur Rifqi.

Menurut Rifqi konsinyering digelar demi mengatasi kebuntuan yang dialami oleh para pihak saat membahas berbagai masalah pemilu pada forum-forum rapat yang formal. [DES]