Ilustrasi Presiden Xi Jinping dan Mao Zedong [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Marxisme merupakan kurikulum wajib di semua universitas di Tiongkok selama beberapa dekade. Akan tetapi, marxisme kini justru menjadi bumerang bagi pemerintah Xi Jinping di bawah Partai Komunis Tiongkok.

Musababnya, mahasiswa yang tergabung dalam kelompok studi Marxist Society Universitas Peking kerap membela kaum buruh ketika terjadi perselisihan perburuhan dengan perusahaan atau pengusaha di negeri itu. Itu sebabnya, pimpinan universitas paling bergengsi di Tiongkok itu mengancam menutup kelompok studi Marxis Soeciety tersebut.

Rencana penutupan tersebut seperti dilaporkan Financial Times lantaran universitas mendapat tekanan dari pemerintah. Kampus tersebut kini “terpaksa” lebih cenderung menerima pemikiran Jinping karena keinginan pemerintah mengendalikan ideologi atas masyarakatnya. Pemerintah juga menghapus isi buku-buku pelajaran sekolah dasar dan menengah yang berasal dari luar negeri.

Kelompok studi Marxist Society Universitas Peking tidak bisa mendaftar ulang dalam tahun ajaran baru. Pasalnya, para dosen menolak keberadaan mereka. “Semua orang tahu apa yang dilakukan Marxist Society Universitas Peking dalam beberapa tahun terakhir yakni menyuarakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan,” kata organisasi tersebut.

Ancaman menutup Marxist Society merupakan buntut dari bentrokan yang terjadi antara mahasiswa bersama kaum buruh dan perusahaan di pusat manufaktur Tiongkok di Kota Shenzhen. Para mahasiswa dari Universitas Peking dan kampus lainnya ditangkap aparat karena mendukung kaum buruh dan berupaya mengorganisasi serikat buruh di sebuah pabrik.

Protes kaum buruh kini menjadi lebih sering terjadi di Tiongkok, terutama karena mendapat dukungan dari gerakan mahasiswa yang awalnya kecil, namun terus berkembang menjadi besar. Zhan Zhenzhen seorang mahasiswa yang menjadi anggota Marxist Society di Universitas Peking, termasuk salah satu yang ditangkap akibat ikut mendukung protes kaum buruh di Shenzhen pada Agustus lalu.

Kepolisian pada Juli 2018 menangkap sekitar 30 kaum buruh yang disebut sebagai penangkapan terbesar sejak 2015. Seorang saksi mengatakan, bulan lalu, polisi yang mengenakan perlengkapan anti-huru-hara menggrebek sebuah asrama mahasiswa dan menangkap 40 orang karena mendukung kaum buruh.

Zhenzhen dan Marxist Society melakukan investigasi sosial terhadap kondisi buruh yang bekerja di Universitas Peking pada tahun ini. Umumnya upah kaum buruh itu sangat rendah. Marxist Society pun fokus memperjuangkan hak-hak normatif mereka dan melaporkan kondisi kerja yang dialami kaum buruh itu. Apa yang dilakukan Marxist Society ini mendapat perhatian media pada 2015.

Marxist Society telah berupaya untuk melobi para dosen di Fakultas Marxisme untuk bisa mendaftar ulang dalam tahun ajaran baru. Akan tetapi, permohonan mereka itu ditolak tanpa sebab yang jelas. Seorang dosen dari fakultas lain mengajukan pendaftaran ulang untuk Marxist Society, namun ditolak oleh Komite Masyarakat Mahasiswa Universitas.

Fakultas Marxisme kampus belum mau merespons soal itu. Sementara Komite Masyarakat Mahasiswa menolak berkomentar. Jinping mengunjungi Universitas Peking ketika memperingati hari kelahiran ke- 200 Karl Marx pada tahun ini. Ia menuturkan, Universitas Peking merupakan tempat pertama munculnya kurikulum marxisme di Tiongkok. “Kampus ini berkontribusi besar untuk penyebaran marxisme yang menjadi dasar dari Partai Komunis Tiongkok,” kata Jinping waktu itu. [KRG]