Ilustrasi: Suasana Terminal Kampung Rambutan, Sabtu (25/4/2020)/ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Koran Sulindo – Pemerintah harus menyelamatkan pengusaha dan awak angkutan umum yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

“Yang kita nantikan dari negara itu adalah menyelamatkan pengusaha dan awak angkutannya,” kata pengamat transportasi, Darmaningtyas, dalam seminar daring di Jakarta, Rabu (20/5/2020).

Penyelamatan terhadap pengusaha angkutan antara lain memberikan kompensasi selama tidak beroperasi karena kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun larangan mudik untuk menutupi kebutuhan tetap.

“Jangan sampai operator sudah berhenti, tidak operasi tapi masih harus menanggung beban tetap. Itu pasti akan mengalami kebangkrutan,” kata Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) tersebut.

Selain itu pemerintah harus memberi relaksasi atas beban finansial kepada perbankan, leasing, maupun pada pemerintah (pajak-pajak dan perizinan).

Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Nomor 11 Tahun 2020 untuk memberikan keringanan pada peminjam.

“Tapi itu hanya untuk pinjaman maksimal Rp10 miliar sementara pengusaha angkutan AKAP, pinjamannya pasti di atas itu karena satu bus harganya Rp1,5 miliar. Dia tidak bisa dapat keringanan, sehingga sudah tidak beroperasi, masih dibebani angsuran,” katanya.

Pemerintah juga perlu membayar kapasitas atas kursi yang tidak boleh ditempati karena adanya pembatasan kapasitas angkutan umum yang hanya boleh separuhnya.

Pemerintah juga diminta untuk memberikan stimulus, misalnya berupa pinjaman lunak, bagi operator yang akan mengembangkan usaha pascapandemi.

“Agar tidak ada kebangkrutan angkutan umum. Kalau angkutan umum tidak diselamatkan, lalu pemerintah berharap usai pandemi pariwisata bisa naik tanpa didukung angkutan umum yang baik, maka pemerintah bisa gagal,” katanya.

Sementara itu, penyelamatan bagi pengemudi bisa berupa bantuan sembako, bantuan langsung tunai dan bantuan teknis melalui diklat untuk peningkatan kompetensi. Masalah yang ada saat ini, pengemudi tidak mendapatkan bantuan sembako hingga BLT karena tidak tersedianya data mereka. Alamat di KTP yang berbeda dengan domisili juga membuat mereka terlewat mendapat bantuan. Belum lagi, tidak semua pengemudi memiliki akses perbankan yang baik.

“Pengemudi angkutan umum ini perlu diselamatkan karena mendapatkan pengemudi angkutan umum itu susah. Dengan usia rata-rata mereka di atas 40 tahun, untuk dapat pekerjaan baru juga tidak mungkin. Sehingga penyelamatan adalah membiarkan mereka menjadi pengemudi angkutan umum pascapandemi nanti. Kalau tidak, dia akan menambah deret kemiskinan dan pengangguran,” kata Darmaningtyas.

Daya Tahan Tinggal Sebulan

Sementara itu Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menyatakan akibat pandemi COVID-19 angkutan umum di Jakarta hanya mampu bertahan hingga sebulan ke depan.

Organda DKI Jakarta berharap pemerintah memberikan relaksasi khususnya pengusaha yang hanya memiliki 1 hingga 5 unit kendaraan.

“Di awal April, saya sampaikan kekuatan dari pengusaha angkutan umum itu cashflow-nya maksimal 2,5 bulan. Kira-kira di bulan Juni akan collapse kalau COVID-19 tidak segera hilang dari Indonesia dan terus berkepanjangan,” kata Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, dalam diskusi daring yang diadakan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Selasa (19/5/2020).

Cashflow yang dimiliki oleh pengusaha angkutan umum itu tidak hanya meliputi gaji para sopir tapi juga termasuk utang kepada pihak ketiga seperti bank maupun penjamin kredit (leasing).

Dalam kondisi COVID-19, melakukan pengelolaan keuangan bagi para pelaku usaha angkutan umum itu sangat sulit karena angkutan umum seperti mikrolet dan bajaj merupakan usaha yang seharusnya dilakukan rutin agar bisa menghasilkan pendapatan.

Berdasarkan data dari Dishub DKI Jakarta dan Organda DKI Jakarta, terdapat sebanyak 22.776 angkutan umum yang sudah uzur dan 16.460 diantaranya sudah tak layak beroperasi dari jumlah total 88.796 angkutan umum di Jakarta.

Melihat kondisi bahwa banyak pengusaha angkutan umum yang saat ini tidak dapat memaksimalkan armadanya, Organda DKI berharap pemerintah memberikan stimulus atau relaksasi terhadap beban hutang yang dimiliki para pengusaha angkutan umum.

“Perlu satu relaksasi atau stimulus bagaimana pemerintah berperan pada saat nanti pandemi COVID-19 hilang. Pemerintah harus memikirkan cara agar bisa menopang pengusaha angkutan umum untuk bangkit kembali melakukan kegiatan usahanya,” katanya.

Salah satu upaya yang dilakukan Organda DKI Jakarta adalah dengan bersurat kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan keringanan dari segi pajak.

“Kami Organda sudah bersurat kepada Pak Gubernur DKI. Kalau misalnya sudah reda (COVID-19) kami mohon untuk diberikan insentif berupa pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),” kata Shafruhan. [RED]