Abu Bakar Baasyir/AP

Koran Sulindo – Rencana untuk membebaskan Ustad Abu Bakar Baasyir dengan alasan kemanusiaan rupanya harus ditangguhkan. Selain karena Ustad Abu Bakar tidak mau berikrar setia kepada Pancasila, juga karena keputusan pembebasan Abu Bakar itu menuai kritik tajam dari publik.

Seperti dilaporkan Channel News Asia pada Selasa (22/1), Presiden Joko Widodo pekan lalu mengumumkan akan membebaskan Ustad Abu Bakar Baasyir atas nama kemanusiaan. Ustad Abu Bakar disebut sudah sepuh, berusia 81 tahun dan sering sakit-sakitan. Pengumuman Jokowi itu tentu saja mengejutkan berbagai pihak.

Ustad Abu Bakar merupakan pimpinan Jemaah Islamiyah, kelompok militan yang kerap mengadakan aksi bom bunuh diri. Abu Bakar juga disebut sebagai dalang dari bom Bali pada 2002. Akibat peristiwa itu, puluhan turis terutama dari Australia tewas.

Selain kritik dari dalam negeri, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison juga angkat bicara dan mengingatkan betapa masih berbahayanya Ustad Abu Bakar.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan, Presiden Jokowi pada Senin (21/1) lalu mengevaluasi rencana pembebasan Ustad Abu Bakar. Presiden, kata Wiranto, memerintahkan agar melakukan studi secara menyeluruh dan lengkap tentang rencana pembebasan Ustad Abu Bakar.

Pemerintah disebut tidak bisa bertindak dengan tergesa-gesa atau spontan. Dari studi tersebut, pemerintah akan segera membuat keputusan terhadap nasib Ustad Abu Bakar.

Jokowi pada hari ini mengatakan, Ustad Abu Bakar harus setuju untuk berikrar setia kepada negara sebagai syarat pembebasan bersyarat. Ustad Abu Bakar sebelumnya menolak ikrar setia tersebut. Menurut Jokowi, ikrar setia itu harus dipenuhi Ustad Abu Bakar lantaran itu merupakan pembebasan bersyarat bukan pembebasan murni.

Pengadilan menghukum Abu Bakar selama 15 tahun pada 2011 karena terbukti mendanai pelatihan kelompok militan di Aceh. Sebelum hukuman tersebut, Abu Bakar juga divonis lantaran menjadi dalang aksi bom Bali pada 2002. [KRG]