Gejolak yang melanda di kawasan Timur Tengah belum mereda, untuk itu pemerintah diminta melakukan langkah-langkah strategis guna mewaspadai dampak konflik Timur Tengah antara Iran-Israel terhadap perekonomian Indonesia.
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah mendorong pemerintah untuk mempersiapkan kesiapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menghadapi tekanan eksternal imbas dari kenaikan harga minyak dan depresiasi dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.
“Sebab setiap rupiah yang melemah sebesar Rp 500 dan harga minyak naik US$ 10 per barel, maka anggaran subsidi atau kompensasi diproyeksi meningkat Rp 100 triliun,” kata Said dalam keterangan resminya, Rabu (17/4).
Pemerintah juga diminta melakukan upaya diplomatik, melalui lembaga lembaga internasional baik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mendorong gencatan senjata dari kedua negara, sejalan dengan mencari upaya damai perang antara Israel dan Palestina.
“Mendorong PBB untuk lebih memiliki makna dalam upaya penciptaan perdamaian dunia. Upaya ini memang tidak mudah, sebab pembelaan Amerika Serikat dan Inggris yang begitu kuat kepada Israel,” ujar Said.
Terkait pasokan minyak bumi untuk kebutuhan di dalam negeri, pemerintah juga diharap bisa mengendalikan cadagan untuk dalam negeri.
Sebab ketergantungan dari impor minyak mentah dan hasil minyak Indonesia rata rata 3,5 juta ton per bulan pada tahun 2023. Jika perang masih berlanjut, jalur suplai minyak bumi melalui Selat Hormuz akan terganggu.
“Apalagi Iran termasuk 10 negara terbesar dunia yang memproduksi minyak buminya hingga 3,45 juta barel per hari pada tahun 2023. Dampak kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban besar bagi APBN kita,” jelasnya. [PAR]