Kapal pengungsi Rohingnya terapng di laut sekitar Aceh - Istimewa
Kapal pengungsi Rohingnya terapng di laut sekitar Aceh - Istimewa

Kapal yang memuat 120 orang pengungsi Rohingnya akhirnya diizinkan berlabuh setelah sebelumnya terapung di lautan sekitar 50 mil laut lepas pantai Bireuen, Aceh. Sebelumnya Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) menyerukan agar pemerintah Indonesia mengizinkan kapal yang membawa pengungsi Rohingya di perairan Bireuen, Aceh, untuk berlabuh.

“Keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan kondisi darurat yang dialami pengungsi di atas kapal tersebut,” kata Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, di Jakarta, Rabu (29/12).

Kapal tersebut mulai terlihat mengapung di perairan sekitar Bireuen sejak tanggal 26 Desember lalu. Berdasarkan pengamatan, penumpang kapal mayoritas adalah perempuan dan anak anak.

Armed menyebutkan, pemerintah akan segera melakukan koordinasi dan penanganan pengungsi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.

Mengingat situasi pandemi, kata Armed, keseluruhan pengungsi akan menjalani screening kesehatan untuk selanjutnya akan dilakukan pendataan dan pelaksanaan protokol kesehatan bagi para pengungsi.

Selain kondisi kapal yang tidak dapat berlayar dan padat penumpang, UNHCR juga menyebut laporan dari nelayan setempat bahwa kapal mengalami kebocoran dan kerusakan mesin sehingga terombang-ambing di laut terbuka di tengah cuaca buruk dan dapat berisiko tenggelam.

International Concern Group for Rohingyas (ICGR) sebelumnya juga meminta pemerintah untuk segera menyelamatkan pengungsi Rohingya. “Kita mendesak Pemerintah Indonesia menyelamatkan pengungsi Rohingya ini, yang terombang-ambing di laut Aceh, sejak Ahad (26/12),” kata Secretary General ICGR Dr M Adli Abdullah.

Adli mengatakan, 120 pengungsi Rohingya itu harus diselamatkan dengan membawa mereka ke daratan, dan jangan mengirimkan mereka kembali ke laut lepas. “Apalagi kondisi mereka sebagian besar adalah anak anak dan perempuan, 60 wanita dan 51 anak anak. Ini persoalan hidup mati mereka,” ucapnya.

Menurut Adli, mereka harus diselamatkan dengan tujuan kemanusiaan. Bahkan, ia menerima informasi bahwa Panglima Laot Bireuen juga sedang dimintai keterangan oleh polisi. “Mohon jangan kriminalkan nelayan dan panglima ‘laot’, mereka membantu ini hanya alasan kemanusiaan saja dan sesuai adat istiadat yang mereka amalkan memberi kemanusiaan bantuan bagi yang membutuhkan di laut,” ujar Adli. [PAR]