Koran Sulindo – Pembunuhan terhadap aktivis lingkungan dan suku bangsa minoritas di Amerika Latin kian mengerikan. Itu sebabnya, Amnesty International kantor perwakilan Peru menuntut pihak pemerintah negara tersebut untuk melindungi suku bangsa minoritas dan aktivis lingkungan.
Pernyataan tersebut disampaikan Amnesty International berhubungan dengan pembunuhan terhadap Olivia Arevalo Lomas, 89 tahun, yang kemudian memicu kemarahan di negara tersebut. Lewat akun twitter, Amnesty International menyatakan “Kami bersedih dan prihatin terhadap kematian Olivia Arevalo Lomas, pembela hak-hak masyarakat adat dan lingkungan Shipibo-Konibo.”
Seperti dilaporkan teleSUR pada 23 April lalu, kenyataan tersebut membuat pemerintahan di bawah Presiden Martin Vizcarra perlu mengumumkan secara terbuka tentang kegiatan sah suku bangsa minoritas dan aktivis hak asasi manusia itu. Vicarra juga disebut perlu melindungi mereka lewat undang-undang dan berbicara dengan mereka.
“Cukup sudah kekerasan terhadap aktivis perempuan!” demikian bunyi twitter Amnesty International.
Pemimpin suku bangsa minoritas Shipibo Konibo, Peru, Arevalo Lomas yang berusia 89 tahun dibunuh pada Kamis pekan lalu dalam komunitas pertukaran budaya di Victoria Gracia, 20 menit dari kota Yarinacocha di provinsi Coronel Portillo, Ucayali. Para saksi menyebutkan seorang laki-laki mendekati tempat tinggal Arevalo Lomas dan menembaknya beberapa kali di dada. Setelah itu, laki-laki tersebut melarikan diri dengan sepeda motor.
Merujuk kepada data organisasi hak asasi manusia Global Witness di Peru saja, 61 aktivis tewas dibunuh dalam 10 tahun terakhir. Secara keseluruhan pada tahun lalu, 197 orang tewas, demikian Global Witness, karena mempertahankan tanah dan lingkungan mereka. Dalam seminggu, mereka yang tewas bisa mencapai empat orang demi mempertahankan hak-hak mereka. Jumlah tersebut meningkat empat kali lipat jika dibandingkan 2002. [KRG]