Koran Sulindo – Keputusan Presiden Joko Widodo yang akan membebaskan Abu Bakar Ba’asyir dinilai tindakan yang manusiawi.

Terlebih, menurut Sekjen PP Muhammadiyah, Muhammad Abdul Mu’ti, keputusan itu tidak bertentangan dengan Undang-undang. Itu, katanya, merupakan hak presiden.

“Secara fisik beliau kan tidak mungkin menjadi penggerak aksi dengan usianya yang sudah sangat lanjut, fisik sangat lemah, sehingga kalau presiden memberikan grasi atau pengampunan atau mungkin rehabilitasi saya kira itu sesuatu yang sangat manusiawi,” ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Jumat (18/1).

Atas kebebasan Ba’asyir, masyarakat tidak perlu merisaukannya. Terlebih, Ba’asyir selama ini sudah tak dikait-kaitkan dengan kelompok teroris.

“Sekarang ini kan aksi yang disebut polisi sebagai aksi terorisme tidak berhubungan lagi dengan itu, sekarang ini kan polisi dalam beberapa kasus menyebut ini jaringan baru, yang tidak terikat dengan Majelis Mujahidin, Ansharut Tauhid,” katanya.

Belakangan aksi teror yang muncul di permukaan, katanya, erat dikaitkan ke ISIS. Dan di ISIS ini merupakan jaringan lain yang dimainkan di Indonesia.

“Menurut saya tidak perlu terlalu khawatir kalau Ustaz Abu ini bebas kemudian akan menjadi inspirator atau menjadi penggerak dari aksi-aksi terorisme itu,” katanya.

Kata dia, Muhammadiyah tidak mempersoalkan bahwa pembebasan terhadap Abu Bakar Ba’asyir erat dengan politik. “Memang banyak yang berspekulasi, semua tindakan ini punya motif politik tapi kalau kita kembalikan kepada posisi presiden,” katanya.

Terlebih, katanya, presiden merupakan kepala negara. Apapun keputusannya sudah pasti memiliki dimensi politik. “Jadi kita harus melihat itu dalam konteks yang berhubungan dengan posisi ustaz Abu Bakar Ba’asyir dan yang kedua pertimbangan kemanusiaan di mana beliau sudah sering sekali sakit,” ujarnya.

Surat Belum Sampai

Sementara, pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakat Kementerian Hukum dan HAM sampai saat ini belum menerima surat keputusan terkait pembebasan Abu Bakar Ba’asyir.

“Hingga saat ini kami belum terima surat apapun,” kata kata Kepala Bagian Humas Dirjen PAS Kemenkumham Ade Kusmanto di Jakarta.

Seharusnya, kata dia, Abu Bakar Ba’asyir bebas pada 24. Apabila diusulkan pembebasan bersyarat, menurut perhitungan dua per tiga masa pidananya pada 13 Desember 2018.

“Tetapi saat ini belum diusulkan pembebasan bersyarat karena Ustadz Baasyir tidak mau menandatangani surat pernyataan kesetian kepada NKRI,” kata dia.

Tetapi, Ba’asyir sampai saat ini belum berkenan menandatangani surat pernyataan dan jaminan, sebagai salah satu persyaratan bebas bersyarat. Terlebih, sampai saat ini belum ada usulan pembebasan bersyarat yang diusulkan Kalapas Gunung Sindur ke Ditjenpas.

Upaya pembebasan Ba’asyir, pertama, melalui bebas murni, yaitu telah habis menjalani pidananya. Kedua, kata Ade, bebas bersyarat yaitu melaluin program pembinaan integrasi sosial narapidana kepada masyarakat setelah menjalani dua per tiga masa pidananya.

“Ketiga melalui grasi Presiden dengan alasan kemanusiaan,” tutur Ade.

Pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma`ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Presiden mempunyai beberapa pertimbangan untuk membebaskan Abu Bakar Ba’asyir.

Pertama alasan kemanusiaan mengingat usia Abu Bakar Ba’asyir sudah menginjak 81 tahun dan dalam keadaan sakit yang memerlukan perawatan. Ba’asyir juga sudah menjalankan pidana kurungan selama sembilan tahun di lapas tersebut.

Presiden, kata Yusril membebaskan Ba’asyir dengan berpesan jangan ada syarat yang memberatkan. “Saya sudah bicara dengan Ustad Abu Bakar dan menerima tawaran itu dan tidak ingin melakukan aktivitas apa-apa, bahkan bersedia tidak menerima tamu siapa siapa tidak apa, yang penting dekat dengan keluarga,” jelas Yusril.

Yusril mengatakan setelah bebas, Ba’asyir tidak akan berceramah di mana-mana, namun fokus istirahat sebagai orang tua dan dekat bersama keluarga.

Sementara, Presiden Jokowi menyebut pembebasan terpidana kasus terorisme itu dilakukan demi alasan dan atas dasar pertimbangan kemanusiaan.

“Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan,” kata Jokowi usai meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah di Desa Nglampangsari, Cilawu, Garut.

Presiden yang menugaskan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra untuk mengupayakan pembebasan Ba’asyir membenarkan bahwa kondisi kesehatan Ba’asyir yang menurun menjadi pertimbangan utama.

Meski begitu, ia menegaskan ada banyak pertimbangan lain yang diperhatikan. “Iya, termasuk kondisi kesehatan masuk dalam pertimbangan itu,” katanya.

Pembebasan tersebut sudah melalui pertimbangan yang panjang. Berbagai pertimbangan pun, katanya, sudah dibahas sejak sekitar setahun lalu. “Pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril. Tapi prosesnya nanti dengan Kapolri,” ujarnya.[TGU]