Sulindomedia – Wacana pembangunan semesta berencana bergema kembali. Yang menggaungkan tak lain Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan. Lewat pidato politiknya yang disampaikan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan, 10 Januari 2016, Presiden Kelima RI ini kembali menyinggung konsepsi “Pembangunan Nasional Semesta dan Berencana”.
Megawati Soekarnoputri mengatakan: “… yang harus kita kaji secara mendalam dalam Rakernas I ini adalah bagaimana ruh dan spirit Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, dengan keseluruhan proses yang terjadi di Dewan Perancang Nasional, dapat kembali hadir, apakah melalui pengembalian fungsi dan wewenang MPR RI untuk mengeluarkan Ketetapan MPR terkait pola pembangunan, yang mengikat semua pihak dan wajib dijalankan oleh pemerintahan di semua tingkatan atau kita merintis penguatan Undang-Uundang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi undang-undang tentang pembangunan semesta. Melalui penguatan undang-undang tersebut dapat disusun sifat, tugas, sektor, ruang lingkup, serta pembangunan yang berwatak kesemestaan, termasuk penguatan kelembagaan perencanaan nasional.”
Tujuannya, kata Megawati, agar bangsa ini memiliki konsep dan strategi pembangunan yang tidak terbatas pada lima tahun usia politik. “Tetapi sebuah perencanaan yang sekaligus merupakan wujud dari imajinasi terpimpin dan terencana tentang masa depan Indonesia. Silakan, bagaimana keseluruhan mimpi dan cita-cita yang telah saya sampaikan dapat direnungkan, dikaji, dirumuskan. Selanjutnya, kita akan memperjuangkannya dalam setiap derap langkah, satu napas, satu irama tiga pilar partai: struktur, legislatif, dan eksekutif….”
Gagasan pembangunan semesta bermula dari pidato kenegaraan Bung Karno, 17 Agustus 1959, yang diberi judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Dalam pidato itu, Bung Karno menegaskan, Indonesia akan membangun dengan kekuatan modal sendiri, secara berencana, dengan pemimpinnya di tangan negara. Modal sendiri diartikan sebagai modal nasional yang bersifat progresif; sedangkan modal luar negeri dijadikan pelengkap, dengan syarat tidak mengikat secara politik dan militer dan berbentuk pinjaman luar negeri.
Selanjutnya dibentuklah Dewan Perencanaan Nasional (Depernas), sebagai badan yang bertanggung jawab meneliti secara ilmiah segala kemampuan dan potensi kekayaan yang dimiliki Indonesia. Pada 1960, Depernas berhasil merumuskan sebuah konsepsi pembangunan yang disebut Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun. Dalam perencanaan Depernas itu, tiga tahun pertama merupakan masa riset dan lima tahun selanjutnya adalah masa aplikasi. Sasaran utamanya adalah meningkatkan produksi sandang dan pangan, baru kemudian secara bertahap menuju pembangunan sektor industri. Menurut Muhammad Yamin, Ketua Depernas, nantinya pembangunan semesta akan dibiayai secara gotong-royong oleh rakyat Indonesia dengan bekal kekayaan alam yang dimiliki. (Al-Rahab, 2014).
Pembangunan Semesta kemudian menjadi keputusan politik, setelah menjadi Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/ 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969. Meski Ketetapan MPRS ini tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena ada peristiwa Trikora, kemudian Dwikora, dan akhirnya pemberontakan G30S/PKI, Tap MPRS ini dapat disebut tonggak kesadaran bangsa Indonesia untuk menyusun perencanaan pembangunan dengan benar.
Seperti dikatakan Ignas Kleden (Kompas, 26/1/2016), istilah “Pembangunan Nasional Semesta Berencana” lebihweltanshaulich, lebih menonjolkan pandangan dunia yang menjadi dasar pemikiran bahwa pembangunan nasional yang bersifat semesta melingkupi semua unsur bangsa yang ada dalam negara dan masyarakat, pemerintah dan rakyat, menyangkut garis besar dan garis kecil, garis lurus atau garis melengkung, yang dapat dan harus direncanakan sebagai tahapan sejarah Indonesia Merdeka. Kata “semesta” juga menjadi peringatan bahwa tujuan pembangunan nasional tak hanya berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan lain dalam dinamika politik, evolusi sosial, dan kreativitas budaya. Sektor lain itu tak hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi, tetapi sekaligus menjadi sokoguru pembangunan ekonomi.
Sasaran pembangunan semesta menyiratkan kehendak rakyat Indonesia untuk maju dan menjadi bangsa yang memiliki keunggulan peradaban di antara bangsa-bangsa lain di muka bumi. Rencana besar ini haruslah melingkupi pembangunan politik, budaya, dan ekonomi. Pembangunan semesta haruslah didasarkan pada Trisakti: berdaulat dalam politik, berkepribadian dalam budaya, dan berdikari dalam ekonomi.
Kondisi sosial-politik di tahun 1960-an tidak memungkinkan pembagunan semesta berjalan sesuai yang diharapkan. Tapi, spirit atau semangatnya yang ingin memperjuangkan kedaulatan ekonomi bangsa haruslah tetap kita pelihara dan perjuangankan. Pembangunan semesta adalah bagian dari cita-cita Bung Karno untuk menjadikan Indonesia sebagai negara-bangsa yang berdikari.
Pidato Megawati Soekarnoputri di atas semestinya dilihat sebagai upaya untuk membangkitkan kembali semangat berdikari tersebut. “Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana merupakan sebuah implementasi konkret dari Pasal 33 UUD 1945, pola yang mengarahkan agar segala usaha dalam lapangan ekonomi dan keuangan dapat menuju kepada masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan yang dirancang di dalamnya telah sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan bangsa Indonesia, yaitu gotong-royong dan asas kekeluargaan.“
Pembangunan ekonomi nasional harus menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki ekonomi yang mandiri. Tidak tergantung dan dikendalikan oleh gejolak harga-harga dan pasar di negara-negara maju. Indonesia tidak boleh hanya dijadikan sebagai ajang investasi pencari rente, yang keuntungannya habis direpatriasi ke negara lain. Perekonomian nasional harus kuat, bersandarkan pada potensi dan kekuatan ekonomi dalam negeri.
Kita meyakini, kekuatan ekonomi Indonesia ada pada kemampuannya mencukupi kebutuhan pangan sendiri dan memberi sumbangsih bagi ketersediaan pangan dunia. Pembangunan ekonomi nasional adalah pembangunan bagi semua. Kesenjangan dan ketimpangan mesti diperkecil. Kue ekonomi yang besar harus dapat dinikmati bersama, melalui suatu proses distribusi yang berkeadilan dalam aras kemanusiaan. Tidak boleh ada lagi rakyat menderita kemiskinan hingga harus makan nasi aking. Atau ada anak bangsa yang harus menggali akar-akaran untuk mengganjal perut yang lapar. Dalam kerangka itulah Pembangunan Semesta Berencana harus berurat berakar dalam napas budaya nasional.
Tantangannya sekarang adalah bagaimana mewujudkan Pembangunan Semesta, dengan demikian negara yang berdikari, dalam konteks situasi saat ini. Perjuangan selanjutnya adalah mengimplemantasikan konsepsi Pembangunan Semesta itu dalam berbagai kebijakan negara. Hanya dengan begitu, kita berkeyakinan, Pembangunan Semesta akan berfungsi sebagai penggerak perekonomian negara yang kuat, mandiri, dan berkeadilan. []