Pembangunan Manusia Merosot karena Kesenjangan

Kesenjangan sosial menyebabkan pembangunan manusia menjadi terhambat [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Tingkat kesenjangan sosial yang kian lebar menghambat pertumbuhan pembangunan manusia. Itu sebabnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang pada 2014 berada di posisi 110, melorot menjadi 113 (nilai 0,689) dari 188 negara pada 2015.

Laporan Badan Program Pembangunan di bawah PBB (UNDP) menyebutkan, kesenjangan sosial menjadikan banyak rakyat tidak memiliki akses untuk memperbaiki kehidupannya. Kesenjangan sosial menghalangi rakyat untuk berpartisipasi dalam politik untuk menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan hidup mereka.

Laporan itu menjadi salah satu temuan Human Development Report 2016 yang dirilis UNDP. Peneliti UNDP Selim Jahan menuturkan, untuk memastikan pembangunan manusia secara berkelanjutan untuk semua, maka pemerintah perlu membongkar hambatan-hambatan tersebut. Karena itu, suatu pemerintahan tidak hanya berbicara tentang capaian, tapi juga berbicara siapa yang mendapatkan manfaatnya.

“Kami kadang-kadang lebih mengutamakan rata-rata secara nasional yang sebenarnya menutupi kenyataan hidup masyarakat,” kata Jahan seperti yang dikutip dari lama resmi UNDP pada Rabu (22/3).

Menguntungkan Segelintir
Ia menganalisis, laporan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan hanya menguntungkan segelintir orang. Itu kemudian menyebabkan kesenjangan kepada rakyat banyak terutama perempuan, kelompok minoritas, rakyat yang berada di daerah tertinggal. Mereka mengalami penderitaan secara terang-terangan dan tersembunyi.

Kendati dalam dua dekade terakhir tingkat kemiskinan menurun, namun 140 juta orang masih hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 20 ribu per hari. IPM pada 2015 yang mencapai 0,689 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kategori pembangunan manusia menengah. Nilai itu meningkat 30,5 persen dibanding 1990. Nilai itu menggambarkan peningkatan harapan hidup, rata-rata tingkat pendidikan, dan pendapatan per kapita.

Indonesia merupakan negara dengan tingkat rata-rata tertinggi ketidakadilan di bidang pendidikan untuk Asia Timur dan Pasifik. Namun, Indonesia agak lebih baik dalam hal pendapatan dan ketidaksetaraan gender dibandingkan negara-negara di wilayah itu.

Kesetaraan gender merupakan faktor penting dalam hal pembangunan berkelanjutan. IPM Indonesia berdasarkan jenis kelamin pada 2014, untuk laki-laki mencapai 0,712 dan perempuan 0,66. Sebagian besar di dunia pembangunan manusia untuk laki-laki dan perempuan memang tidak sama.

“IPM Indonesia itu menunjukkan begitu banyak yang telah dicapai. Cara untuk meningkatkan pembangunan manusia adalah mengurangi kesenjangan, bermanfaat untuk semua orang, terutama terhadap masyarakat di daerah terpencil, laki-laki dan perempuan,” kata Christophe Bahuet, perwakilan UNDP di Indonesia.

“Laporan merupakan analisis dan rekomendasi yang tujuannya sebagai jalan untuk mengurangi kesenjangan serta mencapai pembangunan manusia untuk seluruh Indonesia. Ini yang kami kerjakan bersama mitra,” kata Bahuet menambahkan.

Soal ketimpangan, International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) bersama Oxfam akhir bulan Februari 2017, merilis laporan ketimpangan di Indonesia. Laporan itu menyebutkan empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan lebih dari 100 juta penduduk termiskin. Ketimpangan itu, demikian Infid, tidak saja memperlambat pengentasan kemiskinan, tapi juga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

Manfaat pertumbuhan ekonomi tersebut belum merata dan masih banyak yang tertinggal jauh di belakang terutama perempuan. Jika merujuk pada ukuran Bank Dunia yang menggunakan US$ 3,10 atau Rp 40.300 pendapatan per hari per orang sebagai batas kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Indonesia akan meningkat menjadi 93 juta atau setara 36 persen dari total penduduk. [KRG]