Peluru Nyasar ke DPR Mengalir Sampai Jauh

Ilustrasi: Screenshot Youtube

Koran Sulindo – Kasus peluru nyasar ke DPR terjadi lagi. Tak seperti kasus peluru nyasar sebelumnya, kali ini polisi langsung menetapkan 2 orang tersangka.

Pada mulanya adalah kisah peluru nyasar dari Lapangan Tembak ke gedung DPR. Kedua gerbang tempat di Senayan itu hanya berjarak jalan raya selebar sekitar 7 meter. Polisi bergerak cepat menyusuri ruangan anggota Komisi III dari fraksi Gerindra Irjen (Purn) Wenny Warouw di lantai 16 dan dari fraksi Golkar Bambang Heru Pramono di lantai 13 Gedung Nusantara II, pekan lalu.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan patut diduga dua ruangan anggota dewan di Gedung Nusantara, Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta itu terkena peluru nyasar. Polisi mengantongi identitas penembak berinisial I yang merupakan anggota Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin) Tangerang Selatan.

Kejadian serupa sebenarnya pernah terjadi 10 tahun lalu. Pada 1 Agustus 2008 itu dugaan sementara sama seperti sekarang: peluru berasal dari Lapangan Tembak. Tetapi dugaan itu diragukan atlet menembak karena jarak kedua lokasi terlalu jauh, jika dihitung dari tempat latihan menembak dengan gedung Nusantara. Peluru dengan kaliber kecil tidak akan sanggup mencapai ruang kerja anggota DPR; jangkauan peluru dengan laras pendek diperkirakan hanya mampu menembus sekitar 150 meter. Sedang jarak lurus antara Lapangan Tembak Senayan dengan gedung ruang kerja anggota DPR diperkirakan 300 meter. Adapun ruang kerja yang ditembus peluru nyasar waktu itu adalah ruang kerja Marliah Amin dari Fraksi Golkar.

Kasus kedua menimpa ruangan mantan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin ketika peluru menembus kaca ruangan kerjanya di lantai 8 gedung DPR pada 2 Oktober 2017.

Kasus-kasus itu menguap hingga kini.

Dalam kasus terbaru ini, sehari kemudian tanpa aba-aba Polda Metro Jaya menyatakan tersangka penembakan peluru nyasar pada ruangan anggota DPR RI bertambah 1 orang lagi. Sebelumnya hanya terdapat tersangka tunggal dalam kasus ini, yaitu IAW (32 tahun). Belakangan polisi menetapkan seorang lagi berinisial RMY (34). Keduanya adalah pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan (PNS Kemenhub), dan bukan anggota Perbakin.

“Keduanya diduga lalai saat latihan menembak. IAW dan RMY meminjam senjata jenis Glock 17 dan AKAI di gudang senjata untuk berlatih menembak di Lapangan Tembak Senayan,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Nico Afinta.

IAW dan RMY dikenakan pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12/1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Penyidik menelusuri bukti proyektil peluru senjata yang ditemukan di tempat kejadian perkara dengan peluru milik tersangka, dan menemukan proyektil peluru itu identik dengan peluru yang digunakan tersangka latihan di Lapangan Tembak.

Kasus peluru nyasar ini bertambah plot sehari kemudian, dengan ditemukannya bekas penembakan di salah satu ruangan anggota Fraksi Demokrat, Vivi Sumantri Jayabaya. Ruangan Vivi berada di Gedung Nusantara 1 lantai 10 nomor 1008. Bekas peluru itu menembus tembok dan pembatas ruangan dan bersarang di sebuah lemari.

Ruangan itu berbeda lantai dengan 2 buah peluru nyasar sebelumnya yang menerjang ruang anggota dewan dari Partai Gerindra dan Golkar.

Di hari sama ketahuan, ternyata, peluru nyasar itu juga mampir ke ruangan anggota Fraksi PAN Totok Daryanto di lantai 20 dan anggota Dewan Fraksi Demokrat Khatibul Umam Wiranu di ruang nomor 915.

Semua peluru itu nyasar ke ruangan anggota dewan, selain Golkar, yang kebetulan berasal dari partai oposisi pemerintah.

Mau Nembak di Mana?
Kasus peluru nyasar itu memunculkan dua wacana di media. Pertama, menambah kaca film antipeluru dan kedua, memindahkan tempat latihan menembak Perbakin. Polisi menyatakan kedua wacana itu tak perlukan dilaksanakan karena olahraga menembak adalah olahraga paling aman. Polisi juga mengajukan dua wacana.

“Pertama memperketat pengawasan. Kedua memperbaiki pengamanan di lapangan tembak,” kata Irjen Setyo yang sekaligus Ketua Perbakin itu.

Plot baru: dari dua tersangka, yakni IAW dan RMY, hanya satu yang menjadi anggota Perbakin yakni IAW. Sementara RMY baru ingin mendapatkan sertifikat menembak.

Di Perbakin adalah ilegal memakai pistol otomatis, pistol yang dipakai kedua tersangka, yang menggunakan senjata Glock 17 yang ditambah alat otomatis. Dengan tambahan alat itu, sekali tembakan bisa mengeluarkan lebih dari satu anak peluru. Sejumlah saksi yang berada di lokasi sempat mendengar beberapa kali letusan tembakan.

Soal pemindahan lapangan tembak yang tengah dikaji Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bisa saja dilakukan. Hanya saja jika dipindahkan, Perbakin tidak memiliki tempat untuk latihan menembak.

“Tidak apa-apa kita senang dipindahkan asal lebih bagus. Kalau nanti dipindah tidak ada tempat kita mau nembak di mana?” kata Setyo.

Sementara itu hasil laboratorium forensik (labfor) Mabes Polri menyebutkan 5 peluru yang ditemukan di ruangan anggota DPR RI identik dengan senjata yang digunakan tersangka.

“Dengan itu jarak ke atas, tapi berat proyektil juga diperhitungkan dengan 290 meter ini sampai enggak dengan sudut elevasi sekian. Tapi kalau 45 derajat lengkung sempurna itu bisa kekuatan sampai full,” kata Setyo.

Ilustrasi/Antara

Sementara itu Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan saat diamankan tersangka kasus peluru nyasar itu sudah menembakkan hampir 300 butir peluru dari total 450 peluru yang dimiliki.

Awalnya tembakan tersangka mengarah ke sasaran yang tepat, namun pada tembakan terakhir, senjata api jenis Glock 17 yang digunakan dipasangi perangkat tambahan bernama switch auto. Hal itu membuat peluru yang ditembakkan tak terkontrol karena tersangka kaget tiba-tiba terjadi tembakan bertubi-tubi ke arah atas, padahal ia hanya sekali menekan pelatuk.

Kepada polisi, tersangka berinisial I mengaku memasukkan 4 butir peluru pada tembakan terakhir. Namun polisi menemukan 5 butir peluru dan 6 bekas tembakan di Gedung DPR RI.

Kepala Bidang Balistik Metalurgi Forensik Puslabfor Mabes Polri, Kombes Ulung Kanjaya, mengatakan setelah kasus peluru nyasar di Gedung DPR RI itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan Lapangan Tembak Senayan tidak beroperasi untuk sementara waktu. Izin operasional lapangan tembak akan diputuskan kembali Kapolri, kelak.

Janggal
Wenny Warouw, yang ruangannya ditembus peluru para tersangka, menduga ada kejanggalan dari peristiwa ini. Ia mengaku telah mengecek langsung ke lokasi Lapangan Tembak Senayan sehari setelah kejadian.

“Dari lapangan tembak reaksi, itu nggak kelihatan sama sekali. Ada tanggul kira-kira dua meter, ada lagi seng baja lima meter, baru ada pohon-pohon, kok peluru bisa tembus?” kata bekas polisi itu.

Kecurigaan Wenny bertambah saat mengetahui pelaku penembakan adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Menurutnya, aneh jika seorang PNS berlatih menembak pada saat jam kerja.

“Kalian sekarang ini pergi dong ke Menteri Perhubungan, tanya itu kok jam kerja latihan nembak? Gitu loh, dan mereka punya sertifikasi Perbakin, kenapa bilang bukan Perbakin?” kata Wenny.

Wasekjen Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, memandang dengan cara serupa. “Ada sekitar lima ruangan tempat peluru-peluru tersebut ditembakkan dan bersarang. Apakah masuk akal dikatakan sebagai peluru nyasar. Dan apakah mungkin peluru menyasar hingga sejauh 400 meter dari lokasi penembakan?”

Persoalannya, menurut Didi, peluru yang nyasar tersebut mengarah ke atas gedung tinggi di 5 ruangan di DPR. “Patut kita curiga memang tembakan itu dengan sengaja dan penuh kesadaran telah diarahkan dan dibidik,” katanya.

Ia berharap polisi segera mengusut tuntas dan seret ke meja hijau pelakunya. “Saya tegaskan, saya sepenuhnya menolak teori peluru nyasar, oleh karenanya sekali lagi meminta polisi mengusut tuntas. Bisa itu orang iseng, atau penembakan dengan motif tertentu. Keduanya tetap biadab sebab nyawa yang jadi pertaruhan,” kata Didi.

Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani mengaku juga heran mengapa hanya gedung DPR yang kerap disasar peluru. “Saya tidak pernah mendengar ada penghuni hotel di Hotel Mulia kamarnya tertembak kena peluru dari latihan tembak dari lapangan tembak. Padahal, itu sama posisinya. Tapi, yang sering terjadi di gedung DPR,” kata politikus Partai Gerindra tersebut.

Ia menduga kejadian peluru nyasar tersebut adalah benar tindakan teror yang dilakukan atas nama latihan tembak. “Saya tidak mengerti apakah ini bagian dari latihan-latihan yang biasa menyebabkan ancaman pada anggota dewan, tapi yang pasti keberadaan lapangan tembak itu terus terang mengganggu eksistensi anggota DPR dalam menjalankan fungsinya, dalam menjalankan tugasnya,” kata Muzani.

Jadi apakah kasus ini bakal menguap seperti pada cerita 1 Agustus 2008 dan 2 Oktober 2017 lampau?

Mestinya tidak. Kedua kasus sebelumnya hanya sempat ramai di media massa, sebentar. Tapi dalam kasus ini polisi sudah menjerat 2 orang tersangka dengan ancaman hukuman mengerikan hingga 20 tahun bui.

Polisi harus hati-hati menyigi segala motif di balik peluru nyasar ini agar tak menjadi kegaduhan politis menjelang Pilpres dan Pileg 2019 nanti mengalir sampai jauh.

Polisi memang telah menjalankan proses penegakan hukum ini secara cepat, profesional, jujur dan terbuka, walau masih ada bolong-bolong di beberapa tempat; secepat pengungkapan kasus kebohongan Ratna Sarumpaet.

Namun sebelum persidangan 2 orang tersangka itu berlangsung nanti, polisi juga mestinya bisa bersiap menerima kegaduhan yang sudah ada di perut dan menunggu disambar mulut ini: setelah kinerja Polri dites dalam kasus Ratna dan peluru nyasar, mungkin kinerja TNI dan atau BIN yang akan dites. Ini tahun-tahun politik, Bung! Bersiaplah menerima segala kegaduhan. [Didit Sidarta]