Peluang Indonesia Hadapi Gugatan Ekspor Bijih Nikel di WTO

Ilustrasi : Bijih Nikel [Istimewa]]

PROGRAM HILIRISASI industri nikel di tanah air berujung gugatan terhadap larangan ekspor bijih nikel di panel World Trade Organization (WTO). Peluang Indonesia untuk lolos dari gugatan Uni Eropa (EU) itu dinilai tipis.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia kemungkinan kalah atas gugatan Uni Eropa di WTO.

“Enggak perlu takut kita ini setop ekspor nikel, kemudian dibawa ke WTO, enggak apa-apa. Dan kelihatannya juga kalah kita di WTO, enggak apa-apa,” kata Jokowi, Rabu (7/9).

Sebagai informasi, Uni Eropa telah meminta pembentukan panel di WTO untuk menggugat penghapusan pembatasan ekspor bahan baku yang diperlukan untuk produksi baja tahan karat (stainless steel), terutama bijih nikel dan bijih besi.

EU menuding tindakan pemerintah Indonesia melanggar aturan karena membatasi akses bagi produsen baja EU terhadap bahan baku produksi stainless steel.

Sementara, Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih menunggu hasil akhir dari sengketa larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang tengah berproses di Badan Perdagangan Dunia.

“Saat ini masih berproses di panel sengketa dan belum kelar. Prosesnya masih panjang sekali, Pemerintah akan upayakan yang terbaik dan maksimal untuk amankan agenda strategis nasional,” ujar Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional, Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, Minggu (11/9).

Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kemendag, Nurgraheni Prasetya Hestuti menyampaikan pihaknya tengah menyiapkan strategi dalam antisipasi menghadapi keputusan panel, termasuk jika dinyatakan kalah.

“Apapun hasil akhirnya, kita punya beberapa opsi dan sampai saat ini masih kita bahas untuk mendapatkan pilihan strategi terbaik bagi Indonesia,” kata Nurgraheni.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, kemungkinan kekalahan ini tetap merugikan Indonesia. Entah itu dalam jangka pendek berupa sanksi, maupun jangka panjang terkait hilangnya potensi investasi.

Bhima juga menyebut implementasi hasil gugatan WTO ini akan berakibat dibukanya kembali kran ekspor bijih nikel Indonesia ke perusahaan di Uni Eropa.

Menurut Bhima pemerintah dapat melakukan berbagai langkah sebagai antisipasi, di antaranya meningkatkan porsi investor domestik, khususnya badan usaha milik negara (BUMN) dalam menyerap bijih nikel untuk hilirisasi, sehingga cadangan bijih nikel yang tersedia untuk ekspor makin menipis.

Selain itu pemerintah disarankan untuk meningkatkan bea keluar bijih nikel secara signifikan sehingga akan mengurangi laju ekspor dalam bentuk bijih. [PAR]