Pelonggaran Cukai Untungkan Indsutri Rokok Multinasional

Koran Sulindo – Penggolongan cukai rokok yang bertingkat-tingkat lebih banyak menguntungkan industri rokok multinasional yang sengaja membatasi produksi rokoknya agar mendapatkan tarif cukai yang rendah.

Demikian ekonom Faisal Basri dalam acara bincang-bincang yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau secara daring diikuti dari Jakarta, Rabu (21/10).

Penggolongan cukai rokok tujuan mulianya adalah untuk melindungi usaha rokok kecil. Namun, pada kenyataannya, yang paling banyak menikmati perusahaan rokok berskala dunia.

Seperti beberapa industri rokok yang berasal dari Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya, sengaja tidak meningkatkan produksi rokoknya agar tetap di bawah dua miliar batang atau tiga miliar batang per tahun.

Pasalnya, lanjut Fasial, penggolongan cukai rokok yang saat ini mencapai 10 tingkatan diantaranya berdasarkan pada jumlah produksi industri, yang sebenarnya ditujukan kepada industri rokok kecil yang produksinya relatif tidak banyak.

“Seharusnya besar kecilnya perusahaan jangan dinilai dari jumlah produksinya di Indonesia. Di Indonesia memang produksinya kecil, tetapi di seluruh dunia dia termasuk besar. Agar tidak membayar cukai tinggi, dia sengaja tidak memproduksi banyak,” ucap Faisal.

Karena itu, Faisal menyarankan agar penggolongan cukai rokok cukup dibuat dua saja, yaitu untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dan non-UMKM, bukan berdasarkan skala produksi industri dengan berbagai tingkatan yang bisa dimanipulasi.

“Kalau industri UMKM kan pasti produksinya sedikit, menggunakan teknologi yang sederhana, tidak otomatisasi. Dengan hanya ada dua tingkatan, penggolongan tarif cukai akan lebih dinikmati UMKM Indonesia,” ungkap Faisal.

Meskipun begitu, Faisal menilai penggolongan tarif cukai berdasarkan UMKM dan non-UMKM masih bisa dimanipulasi. Kata Faisal, bisa saja industri rokok multinasional itu kemudian membuat UMKM di Indonesia yang seolah-olah tidak memiliki hubungan dengan mereka.

“Rokok-rokok murah yang dijual di desa-desa itu sebenarnya dibuat industri yang pabriknya besar sekali, termasuk dalam golongan jumbo,” imbuh Faisal. [WIS]