Peliknya Pengaturan Urusan Minyak Goreng

Ilustrasi: Presiden Jokowi/ANTARA FOTO-Sigid Kurniawan

Upaya pemerintah menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga murah untuk masyarakat masih menjadi drama panjang. Setelah larangan ekspor CPO dan produk turunannya dicabut karena pasokan dalam negeri sudah meningkat. Akan tetapi harga minyak goreng masih jauh dari harga eceran tertinggi 14 ribu rupiah.

Selain itu muncul keluhan jatuhnya harga tandan buah sawit (TBS) petani dari kisaran harga 3.000 rupiah menjadi dibawah 2.000 rupiah. Hal itu disebabkan oleh perusahaan pengolahan CPO yang menolak membeli TBS petani.

Dengan kondisi pasokan dalam negeri meningkat, kemudian larangan ekspor dicabut dengan tetap mengutamakan ketersediaan pasokan dalam negeri. Skema kewajiban harga lokal (DPO) dan kewajiban pasar lokal atau DMO dipandang dapat diterapkan untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan urusan minyak goreng bukan merupakan persoalan yang mudah untuk ditangani oleh pemerintah, karena terdampak harga di tingkat global. Hal itu disampaikan Presiden dalam arahannya pada acara Rakernas V organisasi relawan Projo, di Jawa Tengah, Sabtu lalu (21/5).

“Minyak goreng ini bukan persoalan mudah. Sudah sejak awal Januari saya melihat naik, naik, naik, kenapa? Sama seperti harga pangan lain, karena harga internasionalnya tinggi, harga globalnya tinggi, semua barang mengikuti, ketarik ke sana, karena harga minyak goreng terutama di Eropa, Amerika, naiknya tinggi,” ujar Jokowi.

Ia menekankan sudah beberapa kebijakan dilakukan untuk mendorong penurunan harga minyak goreng, namun harga tetap naik. Hingga akhirnya Presiden memutuskan menghentikan ekspor minyak goreng.

Bimbang

Kebijakan penghentian ekspor banyak dikeluhkan oleh kalangan pengusaha yang juga di dukung politisi. Para pengusaha beralasan pasokan menumpuk didalam negeri akan kehilangan nilai ekonominya jika tidak segera di ekspor.

“Tapi itu juga kebijakan yang tidak mudah. Begitu [ekspor] disetop, harga TBS (Tandan Buah Segar) sawitnya jatuh, turun. Petani sawit, pekerja sawit, 17 juta orang. Negara ini dipikir gampang, tidak mudah,” ungkapnya.

Selain urusan petani dan pekerja sawit, pemerintah juga memikirkan urusan penerimaan negara, dari pajak sawit, bea ekspor sawit, bea keluar sawit, serta PNBP dari sawit, yang nilainya sangat besar, mencapai kurang lebih Rp60-70 triliun.

“Besar sekali, padahal APBN sangat membutuhkan penerimaan negara. Jadi kenapa sampai 4 bulan kita tidak berani setop ekspor itu, juga karena itu. Tapi ini kuncinya sudah ketemu.Ini dalam 1-2 minggu Insya Allah yang namanya minyak goreng curah akan berada di harga Rp14 ribu,” jelas Jokowi.

Presiden pun mengakui terpaksa menekan produsen besar untuk menurunkan harga minyak goreng, demi kepentingan masyarakat banyak. “Saya sebenarnya tidak senang menekan-nekan mekanisme pasar, itu tidak senang, tapi yang ini terpaksa harus dilakukan, harus dilakukan,” ujarnya.

Penugasan Luhut Panjaitan

Demi memastikan ketersediaan dan stabilnya harga minyak goreng, Presiden memberikan tugas khusus kepada Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Meski sering menuai kritik Luhut tetap menjadi andalan pemerintah dan dinilai berpengalaman dalam menangani PPKM di Jawa-Bali.

“Pak Menko Maritim dan Investasi diminta Presiden untuk membantu memastikan ketersediaan dan distribusi minyak goreng sesuai target, di daerah Jawa-Bali,” kata Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi di Jakarta, Selasa (24/5).

Jodi menuturkan dalam melaksanakan tugas tersebut, Luhut dan tim akan berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian sebagai lead coordinator, melibatkan kementerian/lembaga teknis di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan serta Satgas Pangan, BPKP, dan Kejaksaan Agung untuk pengawasannya.

“Pemerintah akan mengawasi secara ketat kebijakan pasca larangan ekspor ini dan akan terus melakukan paralel meeting terkait hal ini,” imbuh Jodi. Ia mengatakan pemerintah juga akan menggunakan aplikasi digital untuk mengawasi pasokan distribusi minyak goreng.

“Targetnya adalah minyak goreng curah dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah terdistribusi secara merata dan sebanyak mungkin,” pungkas Jodi.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng karena pasokan dan harga minyak goreng curah kembali stabil.

“Berdasarkan data pasokan yang semakin terpenuhi dan terjadinya tren penurunan harga di berbagai daerah serta untuk mempertahankan harga TBS petani rakyat, maka Bapak Presiden telah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor pada tanggal 23 Mei atau hari Senin minggu depan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sejak dilaksanakannya pelarangan sementara ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng per 28 April 2022, pemerintah telah melakukan langkah dan koordinasi serta evaluasi untuk melakukan pemantauan di lapangan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan dengan harga terjangkau di masyarakat. [DES]