Suluh Indonesia – Pelatihan digital tingkat dasar perlu diberikan untuk membantu pelaku UMKM go digital. Pelatihan itu hendaknya dilakukan secara bertahap, agar mendorong UMKM lebuh maju.
“Kita bisa mulai dari rantai yang termudah, yaitu penjualan,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda kepada wartawan, Senin (23/8).
Meskipun, diakui Huda, penjualan tidak serta merta masuk ke e-commerce. Langkah paling dasar dapat dilakukan pelaku UMKM dengan memanfaatkan perpesanan instan untuk meningkatkan pemahaman digital sebab penggunaannya relatif mudah.
Bila penjualan produk melalui perpesanan instan sudah mapan, kata dia, pelaku UMKM dapat melangkah ke tahap selanjutnya dengan menggunakan media sosial untuk berjualan. Setelah itu, pelaku UMKM dapat masuk ke platform e-commerce hingga mengembangkan kanal website-nya sendiri.
Diakui, kata dia, literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, terutama di kawasan Indonesia bagian timur, sehingga pelatihan digital dasar masih perlu digencarkan untuk mencapai pemerataan akses pengetahuan.
Selain itu, Huda menilai peran pendampingan pasca-pelatihan yang dilakukan pemerintah belum maksimal. Padahal, keberlangsungan UMKM sangat bergantung pada daya tahan serta daya saing usai pelatihan formal.
Baca juga: Fokus bank bjb dalam Dorong Pertumbuhan UMKM di Masa Pandemi
Pada UMKM kuliner misalnya, permasalahannya adalah pelaku bisnis mudah masuk, dan akan berdampak cepat keluarnya. Artinya, yang tidak bisa bersaing akan lebih mudah keluar. Ketika tidak ada perputaran bisnis yang cepat, mereka pun akan gulung tikar lebih cepat.
Menurut Nailul, UMKM kuliner menyimpan potensi untuk menjadi salah satu andalan e-commerce di Indonesia. Huda lantas memberi rekomendasi kepada pemerintah agar memprioritaskan sektor kuliner untuk go digital mengingat potensinya untuk berkembang jauh lebih besar dibanding komoditas lainnya pada masa pandemi.
Nailul memberi contoh produk makanan beku (frozen food) khas Nusantara yang dijajakan di platform e-commerce berpeluang meraup keuntungan yang lebih besar karena memiliki jangkauan permintaan lebih luas dibanding makanan siap saji yang harus dilakukan melalui layanan pesan-antar.
Frozen food, kata dia, bisa bertahan selama beberapa hari dalam perjalanan pengiriman, sementara makanan siap saji tidak bisa seperti itu. Namun tantangannya, frozen food butuh teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk berproduksi. Selain itu, sumber daya manusianya belum memadai terutama untuk UMKM kuliner di Indonesia bagian timur. [WIS]