KPK sudah berkoordinasi dengan Interpol untuk mengonfirmasi soal ketiadaan nama buronan Harun Masiku dalam situs resmi Interpol. (Arsip KPU RI Difoto Ulang CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)

Koran Sulindo – Pelarian Harun Masiku yang sampai saat ini belum terungkap masih menarik perhatian publik. Pasalnya, keberadaannya masih misterius hingga saat ini.

Harun merupakan tersangka kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Keberadaannya bak ditelan bumi usai Wahyu ditahan KPK dalam kasus tersebut.

Keberadaan buronan KPK ini lambat laun terkesan seperti ada yang disembunyikan. Kecurigaan tersebut makin tampak, saat Ketua KPK Firli Bahuri dan Menkum HAM Yasonna Laoly kompak menyebut Harun berada di luar negeri saat operasi tangkap tangan Wahyu Setiawan.

Ketika itu Firli menyebutkan Harun terbang ke Singapura dua hari sebelum KPK melakukan OTT terhadap Wahyu, yakni pada 6 Januari 2020. Informasi Harun berada di Singapura didapat KPK dari laporan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Sebagai tindakan lanjutan atas pelarian Harun, KPK lantas menetapkan Harun sebagai buronan lembaga antirasuah tersebut. KPK pun belum lama ini menyebutkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan NBC interpol untuk mencari Harun.

Pasalnya, sudah lebih dari satu tahun, tersangka pengurusan PAW Anggota DPR RI 2019-2024 itu belum berhasil ditangkap.

“KPK masih terus berupaya menemukan DPO dimaksud, baik pencarian di dalam negeri maupun kerjasama melalui NCB interpol,” tegas Plt juru bicara KPK Ali Fikri ketika dikonfirmasi wartawan Koran Sulindo, Senin (9/8).

Namun demikian, di tengah pencarian buronan itu, nama Harun justru hilang di situs resmi Interpol. Padahal jelas, Interpol telah menerbitkan red notice terhadap Harun, tersangka yang sudah berstatus DPO sejak Januari 2020.

Ali pun menyebutkan bahwa pihaknya sudah mempertanyakan status Harun yang hilang di situs Interpol. Ali menyebut, status buronan memang atas permintaan dari negara lain, namun dari Indonesia sendiri tidak tercantum tetapi Interpol bisa mengakses orang yang berstatus buronan.

“Perlu kami sampaikan walaupun kemudian tidak dipublikasikan data red notice tadi, tetap dapat diakses oleh anggota Interpol maupun penegak hukum melalui sistem jaringan Interpol,” kata Ali.

Meski tak tercantum nama Harun dalam wibsite, kata Ali, upaya pencarian terhadap Harun tetap berlanjut karena negara-negara lain masih bisa mengakses keberadaan Harun.

“Jadi, tidak terpublikasinya dalam website tentu tidak mengurangi upaya pencarian buronan tersebut karena negara-negara lain masih bisa mengaksesnya,” ujar Ali.

Negara tetangga, kata Ali, pun sudah merespons terkait dengan upaya pencarin Harun.

“Negera tetangga sudah memberikan respons terkait dengan upaya pencarian tersangka HM. Saya tidak mau menyebutkan negara tetangganya mana, tetapi sudah ada respons itu,” kata Ali.

Ali pun menegasakan, pihaknya akan memberikan sanski pidana bila ada pihak yang sengaja menyembunyikan Harun. Pasal yang dikenakan pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Barang siapa yang menghalang-halangi tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan maka mereka itu masuk tindak pidana lain yang diatur dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu Pasal 21 dan itu masuk pidana,” ungkap dia.

KPK Harus Bertanggungjawab

Karena hingga sampai saat ini Harun Masiku belum tertangkap, pimpinan KPK pun harus bertanggung karena tidak serius menangkap buronan Harun.

Salah satu bukti ketidakseriusan pimpinan KPk dalam mengusut kasus Harun Masiku adalah terjadinya TWK. Beberapa penyidik yang dari awal menangani kasus Harun Masiku pun tampaknya tergerogoti karena adanya TWK.

“Ada benturan kemauan dari pimpinan KPK untuk tidak tuntaskan kasus itu,” kata peneliti ICW Donal Fariz ketika dikonfirmasi.

Karena tak jelas, Donal pun mengaku masih menunggu penjelasan dari tim independen Kementerian Hukum dan HAM. Pasalnya, Direktorat Jenderal Imigrasi mengatakan bahwa Harun berada di Singapura sejak 6 Januari 2020.

“Tapi, kunci penanganan perkara tetap di KPK,” kata Donal. [WIS]