Koran Sulindo – Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan menyatakan, tidak mudah untuk mempersiapkan berkas pengajuan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sengketa hasil pemilihan umum (pemilu). Apalagi, pada Pemilu 2019 nanti pemilihan anggota legislatif (Pileg) digelar serentak dengan pemilihan presiden (Pilpres).
Menurut Trimedya batas waktu yang diberikan UU Pemilu untuk memasukkan gugatan sengketa hasil pemilu cukup singkat, sehingga diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang sudah paham dan kompeten untuk bisa menyiapkan berkas gugatan.
“PDI Perjuangan sangat berterima kasih kepada MK yang mau mengadakan bimbingan teknis hukum acara perkara perselisihan hasil Pemilu 2019. Hal ini sangat membantu PDI Perjuangan dalam menyiapkan gugatan sengketa hasil pemilu ke MK nanti,” kata Trimedya saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019 di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, dalam rilis media (28/11/2018).
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR itu menjelaskan, dalam gugatan sengketa hasil pemilu, PDIP sudah tiga kali terlibat baik sebagai pemohon atau pihak terkait. Pertama, gugatan sengketa hasil pemilu sebagai pemohon pada Pemilu 2009 sebanyak 12 perkara dengan rincian 2 dapil DPR, satu dapil DPRD provinsi, dan 9 dapil DPRD kabupaten/kota.
“Kedua, gugatan sengketa hasil pemilu sebagai pemohon pada Pilpres 2014 sebanyak 17 perkara dengan rincian 4 dapil DPR, 5 dapil DPRD provinsi, dan 8 dapil DPRDkabupaten/kota. Ketiga, sebagai pihak terkait saat sengketa Pilpres 2014,” ujarnya.
Dari tiga kali pengalaman terlibat dalam gugatan sengketa hasil pemilu, kata dia, ada beberapa masalah yang setiap kali terulang ketika persidangan sudah berjalan. Salah satunya adalah tidak semua saksi ahli yang sudah dihadirkan bisa memberikan kesaksian. “Padahal, kami mendatangkan saksi ahli ini menggunakan biaya, namun mereka ada yang terpaksa tidak bisa memberikan kesaksiannya,” jelasnya.
Kendati demikian, Trimedya mengaku bahwa menghadapi Pemilu 2019 PDIP sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk menghadapi gugatan sengketa hasil pemilu. Salah satunya, DPP sudah meminta setiap DPW mengirimkan orang berbeda untuk mengikuti bimbingan teknis hukum acara penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilu yang diadakan oleh MK.
“Ibu Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri berpesan agar setiap peserta mengikuti dengan baik, terutama materi-materi yang diberikan. PDIP tidak mau bertindak di luar aturan main,” ungkapnya
Sementara itu, Ketua MK, Anwar Usman mengatakan, pemilu di Indonesia merupakan yang tersulit di dunia saat ini. Hal itu dikarenakan jangkauan wilayah dan jangkauan penduduk Indonesia terbesar di dunia. “Kita memiliki 17.000 pulau serta 267 juta lebih penduduk yang terdiri dari atas 700 suku dan 400 bahasa daerah yang aktif. Angka ini menyebabkan pemilu di Indonesia menjadi paling sulit di dunia,” katanya.
Dikatakan, sengketa hasil pemilu nantinya tidak hanya terjadi antarpartai, namun juga di internal partai. Masalah internal muncul dari perselisihan perolehan suara yang didapat caleg satu partai. “Sengketa perolehan suara di internal partai harus bisa dikelola dengan baik untuk mencegah friksi sesama kawan satu partai. Apalagi, lembaga survei banyak yang menyebutkan bahwa hanya lima sampai enam partai saja yang bisa lolos ke parlemen,” imbuhnya.
Terkait adanya saksi ahli yang sudah dihadirkan pada persidangan gugatan sengketa hasil pemilu tidak bisa bersaksi, Anwar mengatakan jumlah saksi ahli, baik dari pemohon dan pihak terkait, jumlahnya dibatasi dan disamakan. Sehingga, ada saksi ahli yang sudah hadir tidak bisa memberikan kesaksian.
Pada bimtek kali ini, PDI Perjuangan mengirimkan 160 orang perwakilan terdiri atas 102 orang dari DPW dan 58 orang dari DPP, yaitu Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA), Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN), dan Badan Pemenangan (BP) Pemilu yang berasal dari advokat dan pengurus partai. [CHA]