Sulindomedia – Anggota DPR dari PDI Perjuangan, Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin mengungkapkan, tugas TNI selain perang adalah membantu pemerintahan daerah. Namun, membantu pemerintahan daerah hanya untuk tugas-tugas tertentu, seperti membantu korban bencana alam, membantu mengatasi konflik komunal, dan membantu mengurangi dampak mogok massal angkutan dengan menyediakan transportasi.
“Membantunya juga hanya saat bencana alam, konflik komunal, dan mogok massal,” kata Tubagus Hasanuddin pada diskusi publik dengan tema “TNI: Antara Idealisme dan Realitas di Era Reformasi” di Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Tapi, kenyataannya, TNI sekarang ini malah diminta bantuan oleh pemerintah daerah di luar tugasnya, seperti menggiring-giring pekerja seks komersial dan mencangkul. Bahkan, disuruh menceburkan diri ke gorong-gorong.
“Sekarang malah disuruh masuk got, menggiring lonte-lonte, dan disuruh mencangkul,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR itu. Padahal, lanjutnya, tugas setiap prajurit TNI itu melatih dirinya agar siap menjadi bagian dari sistem pertahanan. “Banyak yang bilang, TNI tidak ada kerjaannya. Lo, tentara ini dari jam 7 sudah apel, lalu setengah 9 sampai setengah 12 melatih diri setelah itu isitrahat. Lalu jam 1 berlatih lagi. Kegiatan itu untuk melatih efek deteren,” tuturnya.
Yang dimaksud dengan efek deteren atau efek penggetaran adalah upaya menggunakan aset-aset militer untuk membuat lawan atau yang pihak yang ingin mengganggu pertahanan negara menjadi gentar. Tujuannya tak lain agar pihak-pihak itu berpikir ulang untuk menyerang.
Jadi, bagaimana negara lain akan gentar kalau ternyata TNI hanya digunakan untuk “mengepruk” bangsa sendiri, misalnya, atau malah disuruh giring lonte oleh seorang kepala daerah, seperti dikatakan Hasanuddin? Memangnya TNI itu centeng tuan tanah seperti di zaman penjajahan Belanda dulu? [CHA/PUR]