Koran Sulindo – Kepala Urusan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Zeid Ra’ad al-Hussein, mengatakan di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa retorika penuh kebencian pada orang asing cenderung makin kuat dan tumbuh makin meluas.
Pangeran dari Yordania itu yang duduk di kursi itu sejak 2014 lalu itu mengatakan bangkitnya sayap kanan dan politisi ultranasionalis yang berkampanye anti imigran dan menolak multikulturalisme itu adalah gejala utama tahun 2016, yang disebutnya Tahun Bencana.
“Retorika fasisme itu tak lagi bertempat di pertemuan bawah tanah, reriungan sekelompok bebal, atau di di bawah rerimbunan hutan internet, tapi sudah wacana umum sehari-hari,” kata Pangeran Zeid, dalam pidato perayaan tahunan hak asasi manusia sedunia, Sabtu (10/12).
Zeid menyebut kampanye Presiden Donald Trump yang menyasar golongan Neofasis AS, pribumi, dan klas supremasi kulit putih adalah gejala aneh dalam politik nasional AS. Kemenangan Trump adalah pelajaran berbahaya dan dikhawatirkan menjalar ke bagian dunia lain.
Zeid khawatir sayap kanan Eropa dan AS makin kencang mengarahkan amarahnya ke tata dunia liberal yang dihidupi bersama kini.
“Jika erosi sistem hak asasi manusia dan tata hukum ini terus terjadi, kita semua yang bakal menderita,” kata Zeid.
Pada September lalu, Zeid juga mengatakan hal yang mirip: kaum populis, demagog, dan pemimpi menggunakan sepenggal kebenaran dan penyederhanaan berlebih untuk menyebarkan kebencian, mencontoh taktik propaganda ISIS.
HAM Diserang di Seluruh Dunia
Pernyataan Zeid nampaknya menanggapi beberapa gejala belakangan ini. Pada 23 Juni 2016 ketika Inggris keluar dari Uni Eropa; kemenangan mengejutkan Trump di AS; dan kekalahan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, dalam referendum perubahan undang-undang dasar.
Kesemua itu diklaim oleh politisi sayap kanan Inggris Nigel Farage dan politisi sayap kanan Perancis Marine Le Pen, sebagai kemenangan populisme anti kemapanan.
Tindakan kebencian anti imigran meningkat drastik sewaktu kampanye pemilihan presiden Trump.
Politisi sayap kanan lainnya, Theresa May ketika berkunjung ke kawasan Timur Tengah makan malam dengan semua pimpinan negara yang terkenal sebagai pelanggar HAM, yaitu Bahrain, Arab Saudi, Oman, Qatar, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.[independent.co.uk/washingtonpost.com/DAS]