Koran Sulindo – Mantan hakim Konstitusi Patrialis Akbar dituntut 12,5 tahun penjara dalam pengadilan tindak pidana korupsi di di pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini. Patrialis dinilai terbukti menerima suap untuk pengurusan uji materi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Tuntutan ini lebih tinggi daripada tuntutan penyuapnya, Direktur CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, yang dituntut 11 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam pengadilan 31 Juli 2017 lalu.
“Menjatuhkan pidana terhadap Patrialis Akbar berupa penjara selama 12 tahun dan 6 bulan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan, di Jakarta, Senin (14/8), seperti dikutip antaranews.com.
Tuntutan itu berdasar dakwaan pertama dari pasal 12 huruf c jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain pidana penjara, JPU KPK juga menuntut Patrialis untuk membayar uang pengganti sejumlah harta benda yang diperolehnya dari korupsi.
“Menghukum terdakwa Patrialis Akbar membayar uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi aquo yaitu sejumlah 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta,” kata jaksa Lie.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita untuk dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 1 tahun penjara.
Perbuatan Patrialis selaku hakim dianggap merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan khususnya MK. Selain itu terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di muka persidangan.
Sedangkan rekan Patrialis, Kamaludin yang merupakan perantara suap, dituntut 8 tahun penjara ditambah dengan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yang sama seperti yang didakwakan kepada Patrialis. Kamaludin juga diminta untuk membayar kewajiban uang pengganti sebesar 40 ribu dolar AS.
Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menjelaskan bahwa Basuki sebagai “beneficial owner” (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama dan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny terbtki memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta melalui seorang perantara bernama Kamaludin yang ditujukan untuk Patrialis Akbar agar mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Basuki dan Ng Fenny memiliki tujuan dengan dikabulkannya permohonan uji materi karena UU itu menjadikan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan serta harganya menjadi lebih murah.
Terhadap tuntutan itu, Patrialis akan mengajukan nota pledoi (pembelaan).
Latar Belakang
Patrialis diduga menerima hadiah atau janji dari Basuki dan Feni, untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan Uji Materiil (Perkara Nomor 129/PUU-XII/2015 perihal Pengujian UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD Republik Indonesia 1945) di Mahkamah Konstitusi.
Patrialis dan Kamaludin, yang diduga sebagai pihak penerima, disangkakan melanggar pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, tersangka Basuki dan Ng Fe disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Langsung Dipecat
Sementara itu MK 2 hari setelah operasi tangkap tangan pada Patrialis langsung memecatnya.
“Sesuai dengan Pasal 4 PMK No. 2 Tahun 2014, membebastugaskan Hakim Terduga Dr. Patrialis Akbar, SH., MH dari tugas dan kewenangannya sebagai Hakim Konstitusi sejak hari ini, Jumat 27 Januari 2017,” kata Ketua MK, Arief Hidayat.
Penyuap Patrilalis, Basuki diduga termasuk dalam jaringan kartel yang mengurus daging sapi impor. Dalam penggeledahan yang dilakukan di gedung PT Sumber Laut Perkasa di Sunter pada Jumat (27/1), penyidik KPK menemukan 28 cap atau stempel yang bertuliskan nama kementerian dan organisasi internasional terkait dengan importasi daging.
Stempel itu antara lain stempel Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, label halal dari negara pengekspor daging seperti “Austalian Halal Food Services”, “Islamic Coordinating Council of Victoria”, Queensland, Kanada, dan China.
Monopoli kartel itu dilanggengkan dengan peraturan yang menyatakan impor daging sapi hanya dapat berasal dari sejumlah negara tertentu.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU] pada 2015 berhasil membongkar penyebab kenaikan harga daging sapi. Lembaga ini pada April 2016 menghukum puluhan perusahaan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi karena terbukti melakukan praktik kartel.
Kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan KPK pada Rabu 25 Januari 2017. Dalam OTT itu KPK mengamankan 11 orang dari 3 lokasi berbeda. KPK menangkap Kamaludin di Lapangan Golf di daerah Rawamangun, Jakarta Timur; Basuki, Ng, dan sejumlah karyawannya di sebuah kantor di Daerah Sunter, Jakarta Utara. Lalu, sekitar pukul 21.00, KPK menangkap Patrialis di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.
Patrialis diduga menerima hadiah atau janji dari Basuki dan Ng untuk mempengaruhi putusan perkara. [DAS]