Koran Sulindo – Menumpas kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora Polri dan TNI bersiap mengerahkan pasukan berkemampuan perang hutan.
Aparat juga tak menutup kemungkinan melakukan pengejaran secara massif jika diperlukan.
Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya sudah melakukan analisa komprehensif dengan TNI termasuk kemungkinan mendatangkan pasukan berkemampuan dan memiliki teknologi perang hutan.
Dedi menyebut saat ini Ali Kalora cs masih dikejar Satgas Tinombala Sulteng tanpa bantuan pasukan dari luar Sulteng. Menurut rencana, bantuan pasukan untuk pengejaran mulai dikirim minggu depan.
“Peralatan dan kemampuan apa yang dibutuhkan untuk mem-back up satgas Tinombala Polda Sulteng minggu ini sudah dipersiapkan, minggu depan akan lebih cepat lagi tim gabungan dari pusat maupun dari daerah bersinergi dalam rangka melakukan pengejaran secara massif terhadap kelompok Ali Kalora cs,” kata Dedi di Mabes Polri, Jumat (4/1).
Sejauh ini fokus pengejaran masih dilakukan di dua wilayah yakni di Parigi Moutong dan Poso termasuk dengan melakukan blokade di wilayah Gunung Biru. Dedi juga menyebut pihaknya telah memonitor pergerakan Ali Kalora cs.
“Seputaran Parigi Moutong sampai dengan Poso di sekitar Gunung Biru itu terus yang akan betul-betul kami lakukan pemblokadean dan parimeter dulu,” kata dia.
Selain melakukan blokade, Dedi mengatakan polisi juga terus melakukan pendekatan pada masyarakat agar tidak takut kepada kelompok Ali Kalora.
“Polri sudah melakukan pendekatan, melakukan peninjauan, kemudian ada satuan Binmas melakukan sosialisasi, edukasi, ke masyarakat untuk tidak takut, kemudian juga akan melakukan pendampingan ke masyarakat juga untuk sama-sama memonitor pergerakkan mereka masuk ke desa, melaporkan kepada aparat keamanan supaya aparat kemanan segera melakukan penindakan,” kata dia.
Berdasarkan analisa polisi, kelompok Ali Kalora itu hanya memiliki tiga senjata api.
“Jumlah mereka tidak banyak, kecil, jumlahnya 10 orang. Sudah diidentifikasi jumlahnya segitu dan kekuatannya sudah diidentifikasi hanya 3 senjata api,” kata Dedi.
Dedi menjelaskan ketiga senjata api tersebut terdiri dari dua senjata laras panjang, di mana salah satunya merupakan senjata rakitan sedangkan sebuah lainnya berupa laras pendek juga merupakan senjata rakitan juga.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan perintah Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar mengevaluasi kerja Satgas Tinombala.
“Perintah Operasi Tinombala masih berjalan. Hanya saja Presiden itu kemaren menekankan perlunya evaluasi lagi bagaimana cara menghadapi mereka,” kata Moeldoko.
Evaluasi diperlukan menyusul serangan kelompok teror pimpinan Ali Kalora yang menewaskan seorang warga sipil dan melukai aparat akhir Desember 2018 lalu.
Lebih lanjut Moeldoko meyakini Kapolri segera melaksanakan perintah Presiden sekaligus melakukan langkah-langkah strategis dan taktis menuntaskan aktivitas kelompok Ali Kalora.
“Pokoknya enggak ada toleransi, enak saja. Tugas negara menciptakan rasa aman. Kalau memang ada yang mengganggu, harus dihabisi,” kata Moeldoko.
Menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai Panglima TNI dalam memburu teroris di wilayah berhutan Poso, Moeldoko menjelaskan bahwa operasi gabungan TNI-Polri sebenarnya berhasil memaksa mereka menyerah.
Namun, Moeldoko menyebut pada momen-momen dan lokasi-lokasi tertentu yang dibutuhkan adalah kemampuan militer.
“Di sana memang medannya itu gunung dan bersaf-saf, jadi memang bagi kepolisian itu ya enggak gampang. Waktu itu kami mainkan TNI karena menurut saya, itu memang area operasinya TNI,” kata Moeldoko.
Seperti diketahui, kelompok teror pimpinan Ali Kalora, akhir Desember lalu menembaki aparat yang tengah membawa jenazah warga sipil yang menjadi korban mutilasi berinisial RB. Penyerangan tersebut melukai dua anggota polisi yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso.[TGU]