Pastor Rahmat: Hentikan Eksploitasi Buruh Migran di Malaysia

Sidang Dewan HAM PBB ke-37 di Jenewa [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Aktivis hak asasi manusia (HAM) dari Indonesia menyerukan moratorium pengiriman buruh migran ke Malaysia dalam sidang Dewan HAM ke-37 di Jenewa pada 14 Maret lalu. Juga menuntut agar dilakukan penyelidikan terhadap segala pelanggaran terhadap buruh migran asal Indonesia di negara itu.

Seruan tersebut disampaikan Pastor Paulus Rahmat yang hadir dalam sidang tersebut mewakili Vivat Internasional Indonesia dan Fransiscan Internasional. selain seruan itu, Pastor Rahmat meminta agar pemerintah Indonesia dan Malaysia juga segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

“Eksploitasi dan penganiayaan terhadap buruh migran Indonesia terus berlanjut hingga hari ini,” kata Pastor Rahmat di sidang tersebut seperti dikutip ucanews.com pada 19 Maret lalu.

Pastor Rahmat menuturkan, eksploitasi dan penganiayaan tersebut umumnya menimpa buruh migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masyarakatnya mayoritas beragama Kristen. Sementara kebanyakan mereka bekerja di Malaysia yang mayoritas Muslim. Ia lalu menyebutkan nama Adelina Sau, buruh migran asal NTT yang meninggal dunia pada 11 Februari di Malaysia.

Adelina tewas karena siksaan dari majikannya. Buruh migran, kata Pastor Rahmat, acap mendapat siksaan dan dieksploitasi sedemikian rupa sehingga menyebabkan cacat secara fisik dan terkadang meninggal dunia.

Catatan Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah buruh migran asal NTT yang meninggal dunia di Malaysia mencapai 62 orang tahun lalu. Jumlah ini, kata Sekjen BNP2TKI Hermono, meningkat pesat jika dibandingkan 2016 yang hanya 46 orang.

Selain masalah itu, catatan Kementerian Luar Negeri, jumlah buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati periode 2011 hingga 2018 mencapai 188 orang. Sebelumnya, Muhammad Zaini Misrin Arsyad, buruh migran asal Bangkalan dihukum pancung pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.

Dari jumlah tersebut, buruh migran yang terancam hukuman mati mayoritas terdapat di Malaysia yang mencapai 148 orang. Kemudian, di Arab Saudi ada 20 orang; Tiongkok 11 orang; Uni Emirat Arab 4 orang; Singapura 2 orang; Laos 2 orang; dan Bahrain 1 orang. [KRG]