(foto: monitor.co.id)

Koran Sulindo – Ketika memasuki bulan Agustus dan menuju tanggal tujuh belas, kita semua berharap-harap bisa menyaksikan pengibaran duplikat bendera pusaka di halaman Istana Merdeka pada upacara peringatan hari Kemerdekaan.

Seru dan terharu rasanya melihat pemuda pemudi dari penjuru tanah air berbaris rapi dan disiplin serta tangkas mengibarkan Sang Saka pada pagi hari dan menurunkan pada sore harinya.

(foto: Antara)

Namun sudah tahukah kita segala sesuatu mengenai cerita awalnya pasukan pengibar bendera pusaka tersebut?

Paskibraka merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di tiga tempat, yakni tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.  Pendirinya adalah Husein Mutahar.

Mulai tahun 1967 sampai tahun 1972 istilah yang digunakan adalah Pasukan Pengérék Bendera Pusaka. Namun pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka.

Idik Sulaeman adalah Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ia banyak membantu Husein Mutahar dalam mewujudkan gagasannya membentuk Paskibraka.

Bersama dengan para pembina lainnya, Idik membantu Mutahar menyempurnakan konsep pembinaan Paskibraka. Pasukan yang pada awalnya diberi nama Pasukan Pengérék Bendera Pusaka, kemudian pada tahun 1973 mendapat nama baru yang diusulkan oleh Idik yaitu PASKIBRAKA, yang merupakan kependekan dari PASuKan PengIBar BendeRA PusaKA.

Selain memberi nama, Idik juga menyempurnakan wujud Paskibraka dengan menciptakan Seragam Paskibraka, Lambang Korps, Lambang Anggota, serta Tanda Pengukuhan berupa Lencana Merah-Putih Garuda (MPG) dan Kendit Kecakapan.

Tiga tahun penuh ia menjadi ”komandan” dalam latihan Paskibraka, yakni Paskibraka 1977, 1978 dan 1979.

Pada awalnya gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itu terlintas gagasan Mutahar bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus bangsa .

Namun karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, Mutahar pun hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) dari berbagai daerah yang kebetulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta terus dilaksanakan dengan cara yang sama.

Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Karena dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan di Istana sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Kemudian pada tahun 1967, tiba-tiba Husein Mutahar dipanggil Presiden Soeharto untuk menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Kemudian dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, ia meneruskan ide lama tersebut bahkan mengembangkan formasi pengibaran menjadi 3 kelompok. Dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu: Pasukan 17 (pengiring atau pemandu), Pasukan 8 (pembawa bendera atau pasukan inti), serta Pasukan 45 (pengawal). Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 atau 17-8-45.

Pada saat itu dengan situasi dan kondisi yang ada, Mutahar hanya mampu melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan anggota Pandu/Pramuka ntuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.

Pada tanggal 5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur dan Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.

(foto: voi.id)

Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar pada pagi hari dan kemudian diturunkan pada sore harinya.

Sejak tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para siswa SLTA se-tanah air yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri. Paskibraka hingga saat berada dibawah binaan dan asuhan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.[Nora E]