Koran Sulindo – Pasar tradisional yang dahulu menjadi pusat kegiatan ekonomi dan belanja masyarakat kini perlahan mulai ditinggalkan, terutama oleh generasi muda yang lebih memilih berbelanja di mall atau secara daring. Fenomena ini tampak jelas di Pasar Cikijing, Majalengka, di mana banyak toko busana tutup pasca pandemi COVID-19 melanda.
Pandemi memperparah keadaan, ketika pembeli yang biasanya memadati pasar tradisional beralih ke platform online untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Akibatnya, jumlah konsumen di Pasar Cikijing menurun drastis. Bahkan, menurut beberapa pedagang, seharian tanpa pembeli sudah menjadi hal yang biasa.
“Sering sekali dalam sehari tidak ada yang beli sama sekali,” ungkap Dodo, salah satu penjual busana di pasar Cikijing, Sabtu (05/10/2024).
Dengan merebaknya toko daring seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, hingga TikTok Shop, persaingan yang dihadapi para pedagang tradisional tidak lagi sekadar antar sesama toko fisik.
Pedagang di Pasar Cikijing kini harus bersaing dengan raksasa e-commerce yang menawarkan kemudahan dan variasi produk yang lebih luas.
Meskipun situasi semakin sulit, para pedagang di pasar ini tetap bertahan. Mereka masih membuka toko, berharap ada pembeli yang datang, meskipun hanya satu dua barang yang terjual.
Keberadaan pasar tradisional, seperti Pasar Cikijing, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan eksistensinya di tengah gempuran era digital.
Banyak pihak berharap akan ada solusi atau inovasi yang dapat menghidupkan kembali pasar tradisional agar tetap menjadi pusat perekonomian masyarakat.
Baik melalui modernisasi, digitalisasi, atau dukungan pemerintah setempat, pasar-pasar ini perlu didorong agar bisa bersaing dan tetap relevan di masa depan. [UN]