Pasar Saham Menguat di Atas Fondasi yang Masih Rapuh

Pasar saham yang menguat tidak ditopang sektor riil yang masih rapuh karena Covid-19/Jakarta Post

Koran Sulindo – Pasar saham Indonesia terus mengalami penguatan (bullish). Hanya saja, penguatan ini ditopang oleh ekspektasi yang sebetulnya masih rapuh yaitu program vaksinasi Covid-19 yang belum tentu berhasil. Kinerja sektor riil yang seharusnya menjadi fundamental utama penopang kenaikan harga saham sesungguhnya masih belum kembali normal pada tahun ini, meski sudah menunjukkan perbaikan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2021 ini hingga 12 Januari 2021 sudah menguat sebesar 6,97%. Pada penutupan perdagangan saham 30 Desember lalu, IHSG bertengger di level 5.979,07 dan pada penutupan perdagangan pada hari yang sama sudah berada di level 6.395,67.

Hans Kwee, analis pasar modal dan Direktur PT Anugerah Mega Investama mengatakan sentimen utama yang menjadi penopang naiknya harga saham pada tahun 2021 ini adalah program vaksinasi Covid-19. Vaksinasi di Indonesia dimulai pada 13 Januari 2021 – dianggap sebagai game changer yang akan mengakhiri pandemi Covid-19 yang mendera perekonomian dan kehidupan manusia selama kurang lebih setahun ini.

“Kalau vaksinnya bisa efektif Indeks kita di akhir tahun ini bisa sampai 7.000,” ujar Hans Kwee pada 8 Januari lalu.

Namun, ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian terkait dengan program vaksinasi ini yaitu ketersediaan vaksin, distribusi vaksin dan kesediaan orang untuk divaksin. Bila ketiganya berjalan dengan baik, maka optimisme bahwa pandemi akan berakhir semakin kuat dan turut mendorong harga saham terus naik ke level tertinggi barunya.

Dari sisi ketersediaan vaksin, pemerintah Indonesia sudah mengamankan vaksin dari berbagai perusahaan seperti Sinovac sebanyak 125 juta dosis, AstraZeneca sebanyak 50 juta dosis dan Novavax sebanyak 50 juta dosis. Indonesia juga sudah mengajukan vaksin gratis dari GAVI-COVAX maksimal sebanyak 108 juta dosis. Pemerintah juga mengupayakan vaksin dari Pfizer-BioNTech. Indonesia menargetkan melakukan vaksinasi terhadap 182 juta penduduk atau setara dengan 70% dari total populasi Indonesia untuk mendapatkan kekebalan komunal (herd immunity). Setiap orang akan disuntik vaksin sebanyak dua dosis. Artinya, Indonesia setidaknya membutuhkan sekitar 400 juta dosis vaksin.

Dari sisi distribusi, tentu tidak semudah melakukan distribusi logsitik pemilu. Selain wilayah Indonesia yang luas, ketersediaan infrastruktur penyimpanan vaksin di berbagai pusat layanan kesehatan juga menjadi penting. Tempat penyimpanan vaksin yang membutuhkan pendingin tentu menjadi persoalan rumit di daerah yang belum tersedia listrik dari PLN.

Vaksinasi
Persoalan yang tak kalah serius adalah kesediaan orang untuk divaksin. Semua produk vaksin Covid-19 yang ada di dunia saat ini tentu belum teruji efektifitas dan keamanannya ketika digunakan secara massal untuk semua populasi atau penduduk. Ini memang terjadi karena Covid-19 juga penyakit baru dan vaksin yang ada sekarang baru teruji baik dari sisi khasit (efikasi) maupun keamananya dalam penggunaan pada populasi terbatas (sampel) dalam uji klinis mulai dari fase pertama hingga ketiga. Tak heran masih banyak keraguan di sebagian kalangan untuk menggunakan vaksin yang ada. Tetapi setidaknya secara keilmuan, regulator obat di berbagai negara termasuk di Indonesia telah memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Pada 11 Januari 2021, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sudah memberikan persetujuan EUA untuk vaksin buatan Sinovac.

Untuk vaksin Sinovac ini, BPOM menyatakan aman untuk digunakan. Efek samping yang ditimbulkan hanya bersifat ringan dan sedang yaitu efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, septik dan demam. Frekuensi efek samping dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1% sampai dengan 1%. “Efek samping tersebut merupakan efek samping yang tidak berbahaya dan dapat pulih kembali,” ujar Kepala BPOM Penny K. Lukito pada 11 Januari lalu.

Sedangkan dari sisi efikasi atau khasiat, Penny mengatakan berdasarkan data hasil uji klinis fase tiga di Bandung, vaksin Sinovac memiliki tingkat efikasi 65,3%. Sedangkan berdasarkan uji klinis fase tiga di Brasil efikasinya sebesar 78% dan di Turki sebesar 91,25%. Tingkat efikasi ini sudah memenuhi syarat yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO di mana organisasi tersebut menetapkan tingkat efikasi sebesar minimal 50%. Tingkat efikasi 65,3% artinya vaksin Sinovac ini mampu menurunkan kejadian infeksi Covid-19 sebesar 65,3%. Tentu ini angka yang besar. Dari sisi kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan kemampaun anti bodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imugenisitas), vaksin Sinovac ini juga menunjukkan hasil yang  baik yaitu sebesar 99,23% setelah tiga bulan penyuntikan. Artinya, setelah tiga bulan disuntik, 99,23% subjek yang diteliti masih memiliki anti bodi Covid-19.

Selain soal efikasi dan keamanan, isu lain yang juga mempengaruhi akseptasi masyarakat Indoneisa akan vaksin adalah soal kehalalan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 2 tahun 2021 sudah menyatakan vaksin Sinovac hukumnya halal dan suci sehingga umat Islam bisa menggunakannya.

Pemerintah yang serius dalam menyiapkan vaksin dan program vaksinasi telah membangkitkan optimisme di kalangan pelaku pasar modal selama awal tahun 2021 ini. Meski ada kebijakan pembatasan sosial dan angka infeksi baru masih tinggi setiap hari, tetapi seakan tak begitu dipedulikan oleh pelaku pasar. Perhatian tertuju pada vaksinasi. Karena itu, sebenarnya penguatan harga saham ini masih rawan koreksi. Bila program vaksinasi berjalan tidak sesuai harapan, ekspektasi itu akan buyar dan harga akan kembali turun. “Kalau vaksin tidak efektif, tidak tersedia dengan cepat, mungkin pasar saham bisa bergerak sampai 5.400-4.900,” ujar Hans Kwee.

Sebenarnya, seandainya program vaksinasi berjalan lancar pun, tidak serta merta akan langsung menggairahkan kembali aktivitas ekonomi sektor riil kembali ke kondisi sebelum Coovid-19, terutama pada tahun 2021 ini. Sebab, pemerintah dan juga BPOM sudah mengingatkan bahwa vaksinasi hanyalah salah satu strategi untuk mengakhiri pandemi. Selama kekebalan komunal belum terbentuk, masyarakat diminta untuk tetap patuhi protokol kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Artinya, aktivitas belum sepenuhnya leluasa. Karena itu, ekonomi sektor riil yang seharusnya menjadi fundamental kenaikan harga saham, belum akan segera kembali normal pada tahun ini. Dan kenaikan harga saham yang terjadi masih seperti busa yang mudah pecah. [Julian A]