Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo/istimewa

Koran Sulindo – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo‎ mengingatkan ke depan partai politik (parpol) bisa menjadi lahan bisnis baru di Indonesia. Terlebih, politik berbiaya tinggi seperti saat ini masih terus berlangsung.

“Karenanya, bagaimana sedini mungkin kita harus cegah bahwa parpol bukan jadi lahan bisnis baru,” kata Bambang saat memberi keterangan kepada wartawan pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di Jakarta, Selasa (4/12).

Menurut dia, lahan bisnis baru itu berupa munculnya berbagai pungutan-pungutan saat masuk parpol. Misalnya untuk menjadi calon kepala daerah, maka harus ada rekomendasi parpol. Untuk mendapatkan rekomendasi, seorang calon bupati bisa mengeluarkan uang Rp 20-30 miliar. Sementara untuk rekomendasi gubenur, bisa ‎keluarkan Rp 100 miliar hingga Rp 500 miliar, bahkan bisa lebih. “Belum lagi rekomendasi menjadi calon anggota legislatif dan berbagai urusan administrasi partai lainnya,” ujarnya.

Politikus Partai Golkar ini menyebut jikapraktik-praktik transaksional seperti yang terjadi sekarang ini tidak bisa dicegah, maka bangsa Indonesia tidak akan pernah memiliki parpol yang baik dan juga tidak membahas pendanaan partai dengan baik. Sistem pendanaan tidak muncul karena pengelolaan partai diatur oleh kongkalikong dan praktik-praktik suap. Akhirnya, parpol hanya dikuasai olehbpemilik modal, karena hanya mereka yang bisa membiayai parpol.

‎”Kalau itu dibiarkan, maka akan timbul pameo bahwa untuk menguasai Indonesia gampang, yaitu menguasai parpol. Cukup dengan modal Rp 2 triliun bisa kuasai parpol. Selanjutnya menguasai parlemen, menguasai pasal-pasal, maka ekonomi Indonesia biasa dikuasai. Kalau sudah bisa ekonomi dikuasai, Indonesia pun gampang dikuasai,” ungkap Bambang.

Ia sepakat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus memperjuangkan perbaikan sistem pendanaan parpol. Bahkan, proses pergantian ketua umum partai harus dijauhkan dari politik transaksional.

“Dalam pencalonan kepala daerah dan calon anggota legislatif juga harus dihindari politik transaksional. ‎Jika semua praktik itu bisa dicegah, maka parpol tidak akan menjadi lahan bisnis baru bagi para elite,” tegasnya.

Bangun Komitmen

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo meminta pimpinan 16 partai politik (parpol) untuk berkomitmen membangun integritas di internal partai masing-masing. Ajakan tersebut disampaikan Agus kepada para pimpinan partai saat memberikan sambutan dalam pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK).

Dalam rangkaian kegiatan ini, pimpinan 16 parpol menandatangani deklarasi Sistem Integritas Partai Politik (SIPP).

“Mudah-mudahan mereka, Bapak, Ibu pimpinan parpol akan berjanji dan memberikan komitmen tentu saja untuk kebaikan Indonesia,” kata Agus.

Menurut Agus, dibanding negara-negara lain, skor indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia tumbuh lebih tinggi dibanding negara lain. Pada 1998, skor IPK Indonesia 20 atau paling rendah dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Skor tersebut perlahan naik, dan dalam dua tahun ini IPK Indonesia mencapai skor 37. Kendati demikian, Agus mengakui skor tersebut belum memuaskan. Terdapat dua sektor yang membuat skor IPK Indonesia stagnan di angka 37, yakni penegakan hukum dan sistem demokrasi yang juga terkait dengan partai politik dan penyelenggaraan pemilihan.

“Hubungannya dengan partai adalah pelaksanaan politik dan demokrasi di Indonesia dinilai belum menggembirakan. Hari ini kami akan dapat komitmen dari partai peserta Pemilu 2019. Mereka akan tegakkan integritas politik di partai masing-masing,” katanya.

Ditegaskan Agus, komitmen integritas itu bukan instruksi dari KPK kepada para pimpinan partai. SIPP dibentuk melalui kajian KPK bersama akademisi, LSM, dan, juga pimpinan partai. Agus berharap dengan integritas partai politik, demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik.

“Ini bukan top down atau didikte KPK, tetapi kajian dari para akademisi, dan masukan dari teman-teman partai. Kami sudah bicarakan ini, terakhir 20 November lalu diharapkan perbaikan demokrasi di negara kita bisa terjadi dengan baik,” ujar Agus. [CHA]