Ilustrasi: Taman Laut Bunaken/kkp.go.id

Pariwisata di provinsi yang terletak di ujung utara Indonesia itu terus berbenah. Jumlah kunjungan wisatawan asing terus melonjak.

Koran Sulindo – Jika hari-hari ini Anda ingin berlibur ke Provinsi Sulawesi Utara, siap-siaplah langsung menuju Pulau Sangihe. Pulau yang  langsung berhadapan dengan Samudera Pasifik itu terdiri atas 105 pulau besar dan kecil, memang laksana permata beranda utara Indonesia yang masih tersimpan rapi dari hiruk pikuk pariwisata.

Mengunjungi Sangihe bak mencumbui kemolekan pantainya yang tersebar di pesisir pulau. Salah satunya adalah Pantai Embuhanga di Petta, yang hamparan pasirnya yang lapang dikawani ribuan nyiur kelapa yang seperti merayu.

Ingin melihat perairan sebening kaca? Menyeberanglah ke Pantai Tinakareng. Di sana ada dermaga yang menjorok ke tengah laut yang berujung dengan panorama Gunung Awu – gunung aktif tertinggi di Sangihe – yang menawan. Di Tinakareng ini terdapat pos TNI AU yang memantau kawasan lautan perbatasan Indonesia – Filipina.

Jika Anda berkunjung ke Sulut Oktober nanti, siap-siaplah dijamu berbagai festival yang dijadwalkan di ujung-ujung tahun, yaitu Pesona selat Lembeh, Festival Danau Tondano, dan Festival Bentenan Lakban, Mitra.

Sulut memang terus membenahi wisatanya, baik dari segi pembangunan infrastruktur seperti jalan yang menghubungkan wilayah-wilayah wisata di provinsi ujung utara Indonesia tersebut, maupun peningkatan sumber daya manusia yang terlibat dalam industri wisata. Selain juga menjaga kelestarian lingkungan agar mendukung majunya sektor pariwisata di provinsi berpenduduk lebih dari 2,5 juta jiwa itu.

“Pemerintah provinsi berkomitmen menjaga kelestarian alam dan itu telah dibuktikannya dengan tidak menerapkan izin tambang baik dalam bentuk Kontrak Karya maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang luasnya di bawah 2.000 meter persegi, serta pencabutan IUP,” kata Gubernur Olly Dondokambey, di Manado, pekan lalu.

Pemerintah provinsi Sulut sudah menutup 42 usaha pertambangan dalam rangka pelestarian alam. Pencabutan puluhan izin tambang itu berdampak positif pada eksistensi kawasan konservasi serta keanekaragaman hayati yang ada di daerah.

Salah satu contoh nyata dari manfaat tersebut adalah berkembang pesatnya sektor pariwisata yang sangat mengandalkan potensi keindahan alam serta keanekaragaman hayati.

“Kami juga sedang membangun ekowisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu leading sector pembangunan di Sulut. Selama tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini,” katanya.

Saat ini setiap minggu terdapat sebanyak 18 trip penerbangan dari Cina ke Manado yang mengangkut wisatawan asing.

Pada 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sulut mencapai 27.059 orang, dan pada 2016 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 48.288 orang. Pada 2017 jumlah wisatawan mancanegara mencapai angka 86.976 orang.

Sementara antara Januari sampai Juni tahun ini, jumlah wisatawan telah mencapai 59.125 orang.

Pada 2017 tercatat sebanyak 2,7 juta penumpang pesawat udara yang melakukan perjalanan ke Sulut, bahkan diprediksi hingga akhir 2018 ini, jumlah penumpang akan meningkat hingga 3 juta penumpang.

Pencapaian positif sektor pariwisata itu berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulut meskipun harga sebagian komoditas unggulan Sulut seperti kopra, cengkih, dan pala sedang turun.

“Selama tahun 2015 sampai tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Sulut selalu berada pada angka di atas enam persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5 persen,” kata Olly.

Sementara itu Wakil Gubernur Steven Kandouw mengatakan pariwisata memiliki multiplayer efeknya luar biasa.

”Dengan sendirinya memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, penurunan kemiskinan,”katanya.

Menurut Kandouw, di masa pemerintahan sekarang pembangunan jalan tol, waduk kuwil yang selama bertahun tahun mangkrak tidak jalan akhirnya bisa jalan.

“Bahkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pun tidak lama pun segera berjalan dengan selesainya penyelesaian tanah,” kata Wagub.

Tertinggi di Indonesia

Laju pertumbuhan ekonomi Sulut, berdasarkan data Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate/CAGR), menduduki peringkat pertama di Indonesia, yaitu sebesar 66 persen.

“Dalam rapat tadi dipresentasikan Componen Annual Grouth Rate Bali 15 persen tumbuhnya, Yogyakarta 17 persen, ranking 2 Mataram, NTB dengan 20 persen. Tertinggi Sulawesi Utara tumbuh 66 persen, dengan andalannya pariwisata,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, usai rapat di Istana Bogor, Juli 2018 lalu.

Laju pertumbuhan Sulawesi Utara (Sulut) tersebut tiga kali laju pertumbuhan pariwisata Indonesia, yang hanya 22 persen.

CAGR adalah tingkat pertumbuhan tahunan sebuah bisnis dalam beberapa periode yang diperhalus untuk kepentingan bisnis dan investasi.

Mayoritas wisatawan masuk melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi, baik dengan penerbangan charter maupun terjadwal. Dari Manado, para wisman berkeliling ke destinasi-destinasi sekitarnya, seperti Kota Tomohon, Danau Tondano, Pulau Bunaken, Lembeh, Bangka, Tahuna, atau Ulu.

Bukan Hanya Bunaken

Selama ini Festival Pesona Bunaken memang masih menjadi ujung tombak pariwisata Sulut. Festival yang dilangsungkan pada Juli 2018 lalu itu meningkatkan secara signifikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

Festival yang merupakan bagian dari Calendar of Event Wonderful Indonesia memang selalu meriah. Terutama karena daya tarik taman bawah laut yang termasuk terlengkap di dunia. Selain hidangan yang disuguhkan seperti ayam woku belanga, cakalang fufu, bubut tinutuan, dan ayam rica-rica.

Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara tersebut tak lepas dari peran pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang menambah rute baru penerbangan internasional langsung dari Manado ke delapan kota di China. Sebut saja mulai dari Makau, Guangzhou, Changsa, Hong Kong, Wuhan, Chengdu, Nanchang, hingga Hangzhou, yang dilayani oleh maskapai penerbangan Lion Air, Citilink dan Sriwijaya Air.

Namun Sulut bukan hanya Bunaken, masih banyak surga-surga lain yang belum diperkenalkan dengan baik. Pemprov telah memperkenalkan sejumlah lokasi investasi di bidang pariwisata bagi para investor, salah satunya adalah Likupang Tourism District. Pada proyek ini, investor asal China telah menyatakan minatnya.

Agar proyek Likupang District Tourism yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Utara ini semakin menarik, Pemprov Sulut akan membangun jalan baru menuju Likupang sepanjang 28 kilometer yang membuat waktu tempuh tinggal 30 menit dari sebelumnya 90 menit.

Adapun, hingga akhir 2017, Pemprov Sulut telah merehabilitasi jalan dan jembatan sepanjang 998,61 kilometer di 15 kabupaten/kota. Sementara, pembangunan jalan tol Manado—Minahasa Utara—Bitung sepanjang 39 kilometer, hingga akhir 2017 telah mencapai 26,29%.

Pembangunan sejumlah proyek infrastruktur tersebut tentu saja diharapkan bisa menopang Sulut sebagai daerah tujuan investasi khususnya di sektor pariwisata. Tak hanya itu, penambahan akses transportasi juga telah banyak dikembangkan untuk mendorong aktivitas pariwisata.

Untuk membuka seluruh potensi wisata di wilayah kepulauan, Pemprov Sulut juga telah mengoperasikan kapal-kapal perintis untuk melayani daerah pulau perbatasan.

Dengan beroperasinya kapal-kapal perintis, Pemprov Sulut juga mengoperasikan 12 pelabuhan laut yang diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo yaitu pelabuhan Tahuna, Petta, Buhide, Kalama, Lipang, Kahakitang, Kawaluso, Matutuang, Kawio, Sawang, Buhias dan Amurang.

Pembangunan hard infrastructure pariwisata diimbangi dengan pengembangan soft infrastructure yaitu sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Pengembangan SDM diarahkan pada 3 poin utama yaitu 3B: Bahasa Asing, terutama Bahasa Inggris dan Mandarin, brand knowledge terkait pemahaman akan pariwisata Sulut dan Budaya Melayani.

Perkembangan pariwisata juga akan mendukung perkembangan industri kreatif sebagai industri pendukung, salah satunya melalui pemberdayaan UMKM Sulut untuk memproduksi oleh-oleh ikonik Sulut. Saat ini, memang suvenir khas Sulut masih jarang. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah pendampingan dan pembinaan kain tenun kofo yang terbuat dari serat abaka.

Dengan sejumlah strategi ini apakah pariwisata mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru bagi Sulut?

“Sektor pariwisata mampu menjadi pendorong perekonomian Sulut yang bagus. Pertumbuhan ekonomi di Sulut mencapai 6,68% pada periode Januari-Maret 2018,” kata Deputi Direktur Bidang Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Provinsi Sulut MHA Ridhwan, Mei lalu.

Keberhasilan Sulut mengembangkan sektor pariwisata memang terasa. Pertumbuhan ekonomi provinsi nyiur melambai itu sebesar 6,68%, lebih tinggi dari triwulan IV 2017 yang hanya 6,53%,  dan jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,06% pada triwulan I tahun 2018 lalu. [Adv/DAS]