Koran Sulindo – Negeri ini seperti sedang dalam kutukan. Berbagai masalah besar datang silih-berganti di berbagai aspek kehidupan. Bahkan, anak-anak yang tidak berdosa pun banyak yang menjadi korban dari kejahatan yang keji.
Pada beberapa pekan terakhir ini, misalnya, beredar berita mengenai kejahatan penculikan, yang mengincar anak-anak di berbagai daerah. Lalu terungkap pula grup gerombolan pemangsa anak-anak (baca: pedofilia) Indonesia di Facebook, Loly Candys 18+, yang memiliki banyak anggota. Korbannya pun sudah banyak, seperti diungkapkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, 17 Maret 2017 lalu.
Pengelola akun tersebut ada banyak. Empat dari mereka dan satu anggota grup itu sudah ditangkap polisi pada 9 Maret 2017.. Mereka diciduk dari lima wilayah yang berbeda.
Mereka adalah Wawan (27 tahun), SHDW (16), DS (24), DF (17), dan AAJ (24). Wawan diketahui juga pernah mencabuli dua anak perempuan.
Dia juga yang membuat grup Loly Candys 18+ di Facebook. Wawan awalnya dibantu SHDW. Sampai ditutupnya akun grup itu, ada 600 konten berupa video dan foto cabul di dalamnya. Para anggota grup itu memang diwajibkan mengunggah video atau foto baru setiap hari. Kalau tidak, keanggotaannya akan disetop.
Bukan hanya Wawan ternyata yang pernah mencabuli bocah perempuan. DF juga telah mengakui perbuatannya. Menurut DF, dirinya telah berbuat cabul kepada enam anak pada tahun 2011. Korbannya: 2 adalah keponakan DF sendiri dan 4 anak adalah tetangganya. Usia korban 3 tahun sampai 8 tahun.Yang pertama kali mengungkap gerombolan penjahat kelamin nista itu bukanlah polisi, tapi justru ibu-ibu rumah tangga. Merekalah yang melapor ke polisi. Dari laporan tersebut, Subdirektorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pun mulai bekerja
“Bermula dari laporan rekan Risrona Talenta Simorangkir di grup Fun-Fun Centilisius bahwa ada grup FB bernama Candy’s yang mengumpulkan foto porno anak-anak,” tulis Michelle Dian Lestari di dinding akun Facebook-nya, 15 Maret 2017. Ia dan Risrona pun kemudian berkonsultasi dengan seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat. Tapi, sang aktivis malah menyarankan keduanya untuk melaporkan akun tersebut ke manajemen Facebook agar akun porno itu bisa ditutup. “Alasannya, membuat laporan ke kepolisian membutuhkan biaya dan prosedur yang tidak sembarangan,” tutur Michelle.
Tak putus asa, Michelle dan teman-temannya lalu mengirimkan tautan serta screenshot grup Candys ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hasilnya: akun grup itu menghilang, tapi ternyata hanya sementara. Karena, kemudian mucul lagi akun baru yang hampir mirip, Loly Candys 18+. Michelle dan teman-temannya pun menghubungi Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat lewat WhatsApp. “Ternyata ditindaklanjuti dengan cepat,” kata Michelle
Diungkapkan polisi, para penjahat kelamin itu terhubung dengan jaringan pedofilia internasional. “Memang di Facebook ada grup khusus yang berkaitan dengan kejahatan seksual terhadap anak kecil. Itu ada. Itu yang menemukan pertama saudara WW alias SNL. Dia mendapatkannya dari luar juga. Setelah itu di-connect-kan ke luar,” kata Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Polisi Mochammad Iriawan, 14 Maret 2017.
Tiga orang pelaku lainnya, lanjuta Iriawan, juga kerap mengirim dan menerima foto dan video yang berisi konten porno dari seseorang yang berasal dari Kolombia. Mereka rutin mengirim dan menerima foto dan video porno untuk di-share di grup Facebook dan WhatsApp.
Jaringannya bukan hanya di Kolombia, tapi juga dari beberapa negara lain. “Ini asal negara banyak sekali. Ada Peru, Argentina, Meksiko,El Salvador, Chile, Bolivia, Kosta Rika, Amerika serikat,” kata Iriawan.
Pihak Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya akan bekerja sama dengan Biro Investigatif Federal Amerika Serikay (FBI) untuk mengungkap jaringan internasional para penjahat kelamin itu. “Adalah di FBI yang bisa kami minta bantuan. Dan sudah ada komunikasi Pak Dirkrimsus dengan pihak FBI,” tutur Iriawan.
Kejahatan seksual dengan korbannya adalah anak-anak termasuk kasus yang sering terjadi di negeri ini. Pertengahan Januari 2017 lalu, misalnya, seorang bocah berusia lima tahun dicabuli dan dibunuh oleh 3 orang pemuda berusia sekitar 20 tahun. Peristiwa laknat tersebut terjadi Kota Sorong, Papua.
Tahun 2014 lampau, pedofil bernama Emon mencabuli ratusan anak di bawah umur. Dan, dia hanya dihukum 17 tahun penjara.
Jauh sebelum itu ada juga kasus dengan pelaku Robot Gedek alias Siswanto. Dia mencabuli belasan anak-anak dan korban-korbannya setelah itu dimutalasi.KEJAHATAN yang dilakukan gerombolan Loly Candys 18+ adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, terbongkarnya jaringan mereka harus dijadikan momentum untuk menebar peringatan keras kepada para pedofil lain di Indonesia. Demikian dikatakan anggota Dewan Perwakilan Daerah Fahira Idris.
Fahira mengingatkan, para pedofil yang tertangkap itu jangan hanya dijerat dengan Undang-Undang Informatika dan Traksaksi Elektronik dan Undang-Undang Pornografi, tetapi juga harus dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, yang memiliki opsi hukuman mati dan kebiri bagi pelaku kekerasan terhadap anak. “Predator-predator anak yang ditangkap itu kan bukan hanya menyebar konten pornografi anak, tapi juga menjadi pelaku pedofil, yang aksi biadabnya direkam dan disebar lewat grup Facebook dan Whatsapp yang mereka kelola. Karena itu, saya meminta kepolisian juga menjerat pelaku dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan opsi hukuman kebiri sangat layak dijadikan tuntutan dakwaan bagi para perusak generasi ini,” tutur Fahira Idris, 15 Maret 2017 lalu.
Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang antara lain berisi hukuman kebiri kimia, menurut Fahira, sangat cocok untuk dijadikan dasar dakwaan utama kasus itu. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Informatika dan Traksaksi Elektronik dan Undang-Undang Pornografi menjadi dakwaan pelapisnya. Karena, kejahatan yang mereka lakukan sudah memenuhi unsur yang disyaratkan Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak untuk hukuman kebiri kimia, antara lain unsur korban yang lebih dari satu serta pelaku dan korban ada hubungan keluarga. “Opsi hukuman kebiri harus jadi pilihan kepolisian. Biarkan ini jadi peringatan keras bahwa bangsa ini perang terhadap pedofil. Para pelaku ini harus dijerat dengan tiga undang-undang sekaligus. Pedofil itu kelainan perilaku yang berbahaya, makanya undang-undang memberi opsi kebiri kimia sebagai salah satu cara agar mereka tidak mengulangi perbuatannya melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak,” kata Fahira.
Jika dilihat dari modusnya yang mewajibkan para anggota grup yang jumlahnya ribuan harus aktif mengirim gambar atau video berkonten pedofilia, lanjut Fahira, dipastikan kejahatan ini dilakukan secara masif dan korbannya banyak. “Jangan sampai Indonesia jadi surganya para pedofil. Kita harus perangi mereka sampai ke akar-akarnya. Pemberian hukum yang menjerakan menjadi salah satu strategi perang yang efektif,” ujarnya.
Yang pasti, yang harus diingat para penegak hukum, pedofilia itu bukan penyakit, tapi kejahatan!BANYAK modus yang dilakukan gerombolan pedofil untuk memangsa anak-anak. Yang sering dilakukan adalah memosisikan diri sebagai sosok pelindung bagi anak-anak. Itu sebabnya, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susanto, menyerukan para orang tua agar meluangkan waktu berbagi cerita bersama anak sekaligus membangun kehangatan dengan mereka.
“Jangan sampai anak minus perhatian, sehingga mencari sosok lain yang ternyata kaum pedofil. Pedofil sering memosisikan diri sebagai sosok pelindung bagi anak, meski sejatinya itu modus kejahatan,” kata Susanto, 17 Maret 2017.
Selain itu, lanjutnya, orang tua sebaiknya mengajarkan anak untuk ekstra-hati-hati ketika berkomunikasi di jejaring sosial Internet. “Karena, tak sedikit pelaku pedofil menggunakan media sosial untuk mencari mangsa,” tuturnya.
Pastikan anak diberikan pemahaman agar tak menjadi korban gerombolan pedofil. Pastikan juga lingkungan keluarga dan sosial tidak abai terhadap gejala dan segala gerak-gerik pedofil yang berpotensi mencari korban.
Terkait hal itu, Kementerian Agama Republik Indonesia melalui akun Instagram-nya telah merilis sebuah video musik yang dapat digunakan orang tua untuk mengajari anaknya agar lebih waspada terhadap gerak-gerik orang asing yang hendak menyentuh mereka. Ditekankan dalam video tersebut, ada bagian-bagian tubuh anak yang tak boleh disentuh orang asing. Dengan media video musik yang interaktif tersebut diharapkan anak-anak akan lebih cepat paham dan dapat melindungi diri sendiri dari ancaman para pedofil. [PUR]