Bung Karno di depan lukisan Kawan-Kawan Revolusi oleh S Soedjojono, foto oleh Henri Cartier-Bresson, 1949.

Koran Sulindo – Beberapa lukisan ikonik koleksi Istana Kepresidenan dipamerkan untuk umum. Ada lukisan goresan tangan Ir Sukarno, presiden pertama RI.

Di areal tengah ruang Galeri Nasional Jakarta itu terdapat empat lukisan masterpiece di antara 28 buah yang dipamerkan. Salah satunya “Rini”, karya Presiden Sukarno. Lukisan itu seakan menjadi pembuktian selain penikmat seni, Bapak Bangsa itu juga bisa melukis. Statemen Bung Karno soal seniman sering dikutip di sana-sini: “Jika tidak menjadi presiden, maka profesi kedua yang kupilih adalah pelukis.”

Pameran bertajuk “17|71: Goresan Juang Kemerdekaan” itu diselenggarakan Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Galeri Nasional Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, dan (bank) Mandiri Art. Sejak Indonesia merdeka ini kali pertama lukisan koleksi istana kepresidenan diboyong keluar dan bisa dilihat rakyat biasa. Dan gratis.

Ide pameran ini sudah diucapkan Presiden Joko Widodo lebih setahun lalu. Saat itu Jokowi juga menyebut apa-apa yang ada di wilayah istana kepresidenan adalah milik masyarakat juga. Tapi proses kurasi dan administrasi membuat event ini baru terlaksana tahun ini. Direncanakan tiap Agustus akan diadakan pameran serupa dengan lukisan berbeda dari sekitar 2.800 koleksi Bung Karno yang berserak di 6 istana presiden di Indonesia.

Begitu memasuki gedung pameran yang hari-hari ini penuh pengunjung itu lukisan potret diri Pangeran Diponegoro langsung menghadang. Setelah itu dua lukisan lain tentang Diponegoro ikut menyambut, yaitu lukisan “Pangeran Diponegoro Memimpin Perang” karya Basoeki Abdullah (1949) dan lukisan legendaris “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh (1857).

“Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh. Dibuat di Belanda pada 1857 dan diserahkan kepada Ratu Belanda sebagai bentuk protes atas kolonialisme negeri itu. Ini adalah lukisan tertua yang dipajang di pameran yang berlangsung sepanjang bulan kemerdekaan ini. Lukisan ini terinspirasi dari karya pelukis Belanda, Nicholaas Pienemaan, “Penyerahan Diri Dipo Negoro” kepada Letnan Jendral H.M de Kock. Raden Saleh tidak menyebutkan Pangeran Diponegoro “menyerahkan diri” tetapi “ditangkap Belanda”.

Kurator Mikke Susanto dan Rizki A. Zaelani menghadirkan perjalanan sejarah Indonesia dalam tiga rangkaian. Pertama adalah lukisan potret pelopor kemerdekaan. Ada R.A Kartini, HOS Tjokroaminoto, Jenderal Sudirman, Pangeran Diponegoro dan lain-lain,” kata Mikke.

Rangkaian kedua, kondisi sosial budaya masyarakat Nusantara prakemerdekaan, periode 1940-1950. Banyak lukisan bertema perang gerilyawan hingga tentang pengungsi akibat perang.

Terakhir pengunjung akan disuguhi rangkaian lukisan tentang keindahan nusantara periode 1930-1970.  Dalam subtema ini tergambar lukisan-lukisan seperti Kerokan karya Hendra Gunawan (1955), Penari Bali sedang Berhias karya Rudolf Bonet (1954), dan Kehidupan di Borobudur di Abad IX karya Walter Spies (1930). Ada juga lukisan Potret Jenderal Sudirman karya Gambir Anom (1956)

Di rangkaian ini ada karya pelukis Meksiko, Diego Rivera berjudul Gadis Melayu dengan Bunga (1955). Lukisan ini sempat hendak ditarik ke negara asalnya. Namun pada akhirnya Ir. Sukarno selaku Presiden pertama RI mendapatkan lukisan Rivera itu melalui dekrit Presiden.

Di antara karya itu terseliplah Rini. Lukisan berjudul Rini itu sejak dibuat pada 1958 belum pernah dipamerkan ke publik. Selama ini lukisan itu berada di ruang kerja Sukarno di Istana Bogor. Kendati presiden datang silih berganti belum ada yang berani memindahkan lukisan tersebut dari tempatnya.

“Ini akan menjadi pameran pertama Presiden Sukarno,” kata Mikke.

Pameran menampilkan 28 lukisan karya pelukis legendaris yang tersimpan, mayoritas di gudang, di Istana Bogor, Yogyakarta, Cipanas, dan Jakarta. Selain lukisan ada 100 foto kepresidenan dan 9 buku tentang koleksi lukisan Istana Kepresidenan.

Hasil pendataan Sekretariat Negara pada 2010, terdapat sekitar 16.000 koleksi benda seni berharga yang tersimpan di Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta; Istana Bogor, Jawa Barat; Istana Cipanas di Cianjur, Jabar; Istana Tampaksiring di Bali; serta Gedung Agung di Yogyakarta. Karya seni yang sebagian besar adalah koleksi era Presiden Sukarno itu terdiri atas 2.700 lukisan, 1.600 patung, dan 11.800 karya kriya atau kerajinan.

Meski hasil taksiran saat itu menyebutkan semua koleksi benda seni tersebut nilainya mencapai Rp 1,5 triliun, bisa saja nilai riilnya lebih dari itu. Karena di antara koleksi seni itu ada sejumlah mahakarya dari maestro lukis Indonesia seperti Raden Saleh, S Soedjojono, Affandi, Basoeki Abdullah, dan Dullah. Ada pula karya pelukis dunia, seperti Konstantin Egorovich Makovsky (Rusia), Diego Rivera (Meksiko), dan Lee Man Fong. [Didit Sidarta]