Wilayah Kekuasaan Singasari di era Kertanagara

Koran Sulindo – Tak hanya mengklaim sebagai Kaisar Mongol, Kubilai Khan juga mentasbihkan dirinya sebagai penguasa tertinggi di Cina dengan mendirikan Dinasti Yuan di tahun 1271.

Setelah membasmi sisa-sisa kekuatan Dinasti Song Selatan, ia memindahkan ibu kota dari Mongol ke Khanbalik di Beijing.

Sadar dirinya berasal dari minoritas dengan kebudayaan yang terbelakang, satu-satunya jalan jika ingin menguasai Cina ia mesti mengintegrasikan diri dengan bangsa Han yang jauh lebih maju dan dominan.

Selain meneruskan tradisi Mongol yang ekspansif,  Kubilai Khan juga menerapkan cara pandang tributer yang sebelumnya diadopsi dinasti-dinasti dari bangsa Han, terutama terhadap negeri-negeri di Asia Tenggara.

Menganggap dirinya sebagai negara suzerin, Kubilai Khan menuntut ketaatan dan ketundukkan negara-negara tetangga di sekitarnya. Mereka yang mengabaikannya tak segan-segan dikirimi tentara untuk menjatuhkan ‘hukuman’. Dan pendekatan itu yang memang dilakukannya.

Setelah kehancuran Dinasti Song, Kubilai Khan meluaskan kekuasaan dengan menyerbu Jepang dan Korea. Beres dengan Asia Timur, perhatiannya diarahkan ke Asia Tenggara untuk menjamin rute laut yang membentang dari Semenanjung Malaya, India hingga ke Mediterania.

Champa adalah negara pertama di Asia Tenggara yang diserbu. Sadar kekuatan penyerbunya, orang-orang Champa mengadopsi taktik gerilya yang memaksa tentara Mongol bertempur di hutan-hutan. Champa selamat untuk sementara.

Gagal di Champa, Kubilai Khan mengarahkan pasukannya ke Annam pada tahun 1285. Hanya setelah gelombang kedua pasukan Mongol tiba di tahun 1287, Hanoi yang menjadi ibu kota Annam berhasil dihancurkan.

Penyerbuan serupa diulangnya tahun 1288 yang memaksa Raja Annam setuju mengirim upeti. Nasib serupa juga menimpa Burma yang segera lumat oleh Mongol, termasuk Champa di kemudian hari.

Terus bergerak ke selatan, keperkasaan Mongol memudar karena Singasari di bawah Kertanagara tegak tak tergoyahkan mengangkangi dwipantara. Ia terang-terangan menantang klaim Mongol sebagai bangsa yang tak terkalahkan.

Menurut naskah Yuan Shi yang berisi sejarah Dinasti Yuan, Kubilai Khan pada bulan kedua 1292 memerintahkan  Gubernur Fukien, Jiangxi dan Huguang untuk mengumpulkan 20.000-30.000 tentara dipimpin Shi Bi, Ike Mese, dan Gao Xing.

Sebelum ketiga panglima itu bertemu Kubilai Khan dan dijelaskan bahwa mereka diperintah menyerbu Jawa karena utusan sebelumnya yakni Meng Ki dilukai wajahnya oleh Kertanegara yang disebutnya sebagai orang barbar.

Tak masalah, toh Kertanagara juga memberi sebutan yang sama pada Kubilai Khan.

Menantang Cina

Kali pertama duduk di singgasana Singasari pada tahun 1268, pikiran Kertanagara sudah dipenuhi visi-visi besar tentang bagaimana Singasari berperan di Nusantara. Ia juga benar-benar menginsafi ancaman dari utara yang berupa agresi Mongol yang ‘lapar’ penaklukan itu.

Ia membayangkan cakrawala mandala dwipantara untuk membendung ancaman itu. Secara harafiah semboyan itu diartikan sebagai menyatukan wilayah yang meliputi kepulauan-kepulauan di seberang Jawa dalam kekuasaan tunggal.

Setelah mengkonsolidasikan kekuatan internalnya, pada tahun 1275 Kertanagara mengirim salah satu panglimanya, Mahisa Anabrang melalui Pelabuhan Tuban memimpin tentara Singasari menuju Melayu. Ekspedisi adalah tekad bulatnya dalam Pamalayu yang diartikan sebagai niat ‘tak akan melepaskan Melayu’.

Bagi Kertanagara, Pamalayu adalah roh utama membendung Mongol yang nyaris menguasai seluruh Asia. Bagi Singasari, menguasai Selat Malaka yang menjadi urat nadi ekonomi dan politik ibarat mencekik Kubilai Khan tepat ditenggorokkannya.

Pamalayu pada akhirnya berbuah persekutuan tangguh antara antara Singasari, Jambi, Pahang, Gurun dan Bakukapura serta Melayu atau Darmasraya pada tahun 1282. Persekutuan  itu secara efektif membendung rute dagang Cina di laut.

Slamet Mulyana dalam Menuju Puncak Kemegahan menulis tentara Singasari di Melayu ikut terlibat ‘membantu’ pemerintahan setempat termasuk mengawasi keluar masuknya kapal di pelabuhan-pelabuhan penting.

Mereka bahkan terlibat urusan pelabuhan dengan mengenakan bea kepada kapal-kapal asing, khususnya jung-jung yang berasal dari Cina. Mereka tak lagi bebas lagi keluar masuk pelabuhan seperti masa sebelumnya.

Di Champa, Kertanagara mengadakan hubungan harmonis yang petunjuknya tertulis di Prasasti Po Sah dekat Phanrang. Kombinasi persekutuan dan pendudukan itulah yang membuat Singasari tampil sebagai pesaing terberat Cina yang sudah bercokol bahkan sejak era Sriwijaya. Kronik Cina mencatat berkali-kali raja-raja di Indocina, Sriwijaya atau Melayu menghadap Kaisar Cina.

Geopolitik itu yang dijungkirbalikan Kertanegara ketika Singasari menduduki Melayu.

Armada perang Kubilai Khan berangkat menuju Jawa dari Quanzhou di selatan Cina dengan menyusuri pesisir Dai Viet dan Champa. Tak perlu penyerbuan, negara-negara kecil sepanjang pesisir Malaya dan Sumatra langsung menyerah. Armada itu diketahui sempat berhenti di Belitung pada Januari 1293 dan tiba di Pelabuhan Tuban tanggal 1 Maret 1293.

Dari Tuban, mereka bergerak ke pedalaman Jawa Timur namun menemukan Singasari yang hancur lebur akibat pemberontakan. Jauh-jauh hari, kerajaan itu dihancurkan Jayakatwang dari Kadiri, sementara Kertanagara mangkat setahun sebelumnya.

Tak tahu mesti melakukan apa, tentara Kubilai Khan diperalat Raden Wijaya untuk membalas dendam pada orang-orang Kediri. Setelah mengalahkan Jayakatwang, tentara Dinasti Yuan yang lengah dan menikmati berpesta di Daha dan Canggu dibokong Raden Wijaya pada 19 April 1293.

Tak kurang dari 3.000 tentara Cina dibantai tak berdaya. Bisa dibilang itu adalah kali terakhir Cina mengirim tentara ke luar wilayahnya.

Membangun kerajaan dari reruntuhan Singasari, Raden Wijaya pada akhirnya meletakkan pondasi kokoh bagi kebesaran Majapahit di masa depan. Ketika putrinya Dyah Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi memerintah, visi cakrawala mandala dwipantara dikongkretkan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa yang terkenal itu. [TGU]