Ilustrasi, UMKM di Indonesia - Liputan6
Ilustrasi, UMKM di Indonesia - Liputan6

Mulai tahun 2025 nanti pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) akan mengalami kenaikan tarif pajak. Pemerintah akan mulai menerapkan aturan tarif pajak normal bagi UMKM.

Selama ini, UMKM menikmati skema tarif PPh final sebesar 0,5%. Namun, kebijakan baru menuntut mereka membayar pajak sesuai aturan Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan.

Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, tarif PPh Final sebesar 0,5% tetap berlaku bagi wajib pajak yang peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun sesuai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

“Bagi wajib pajak OP UMKM yang menggunakan tarif 0,5% sejak 2018, anda boleh menggunakan tarif ini sampai tahun pajak 2024,” ujar Prastowo dikutip dari media X pribadinya, Senin (27/11).

Mulai 2025 nanti, wajib pajak orang pribadi UMKM dikenakan tarif normal alias tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang tertuang dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Adapun penghasilan kena pajak dihitung dengan dua metode, yaitu menggunakan norma perhitungan penghasilan neto (NPPN) atau menggunakan pembukuan. Oleh karena itu, mulai 2025 nanti, wajib pajak orang pribadi harus menentukan metode untuk menghitung pajaknya.

Sementara berdasarkan Pasal 59 dalam PP 55/2022, jangka waktu penggunaan PPh Final UMKM 0,5% ini adalah paling lama tujuh tahun bagi orang pribadi, sedangkan untuk badan usaha berbentuk koperasi, CV dan firma paling lama empat tahun, serta tiga tahun untuk badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT).

Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 55/2022 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri yang memiliki nilai peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar per tahun.

Namun, batas penggunaan tarif ini berlaku untuk tujuh tahun bagi wajib pajak orang pribadi, empat tahun bagi badan berbentuk koperasi dan CV, serta tiga tahun bagi badan berbentuk perseroan terbatas

Pemberlakuan tarif normal ini tentu saja membuat wajib pajak UMKM merasa terbebani. Oleh karena itu, banyak diarahkan untuk menggunakan NPPN sebagai solusi.

Namun, penggunaan tarif PPh final 0,5% memiliki untung rugi. Bagi perusahaan yang laporan keuangannya rugi, akan tetap membayar pajak, sehingga menggunakan tarif PPh final 0,5% dapat mengakibatkan kerugian.

Tarif PPh final 0,5% menjadi menguntungkan bagi UMKM dengan laba bersih di atas 4% dari omzet, karena tarif ini mengasumsikan penghasilan neto sebesar 4% dari omzet. Namun, jika laba bersih di bawah 4% dari omzet, perpindahan ke tarif normal akan memberikan beban pajak tinggi.

Penerapan tarif normal ini diharapkan tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan UMKM di Indonesia. [WIL]