Melpina Badalu/yma

Koran Sulindo – Melpina Badalu (45), menyambangi Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (19/3) kemarin. Ia meminta agar oknum yang menembak peluru nyasar kepada anaknya, Aldi Prasetya (17), pada 28 Agustus 2017 silam, segera ditangkap.

Melpina tiba di Gedung KKP, Bareskrim Polri, sekitar pukul 11.30 WIB. Dia didampingi oleh LBH Jakarta, KontraS, dan Advokat Pro Rakyat. Laporannya diterima Bareskrim dengan LP/373/III/2018/Bareskrim tertanggal 19 Maret 2018. Pelaku dilayangkan pasal 351 KUHP Tentang Penganiayaan Berat sesuai UU No.1 Tahun 1946.

Peristiwa naas yang menimpa sang anak bermula ketika Aldi bersama dua orang temannya hendak membeli makan dan melewati kantor DPRD Luwuk Banggai, Sulawasi Tengah. Saat itu di Kantor DPRD tengah berlangsung aksi demo atas konflik suku asli dan pendatang di Luwuk Banggai. Korban menyempatkan diri menonton aksi itu hingga keadaan menjadi ricuh dan terkena peluru nyasar.

“Aldi itu dari rumah mau pergi cari makan, lewat kantor DPRD kejadian banyak orang mampir ke situ, bertanya sama orang di situ, ada apa, ada demo.  Ya mereka nonton, namanya anak muda, anak-anak pengennya tahu, mereka lihat-lihat dan terkena tembak,” ucap Melpina.

Tiba-tiba peluru nyasar mengenai pelipis kiri Aldi. Korban kemudian dilarikan ke RSUD Luwuk untuk dioperasi. Tiga hari kemudian, Aldi harus dirujuk ke rumah sakit di Makassar karena peralatan di RSUD Luwuk kurang memadai untuk mengeluarkan proyektil yang bersarang di kepala Aldi. Namun ketika di Makassar, korban ditolak, karena tidak memiliki rekam medis yang jelas.

Aldi terpaksa mendapatkan operasi dan perawatan di RSUD Polda Bhayangkara Palu.

“Paska operasi kata dokternya akan ada kelumpuhan organ tubuh sebelah kanan dan akan mengalami perubahan perilaku, dan kerusakan pada otak kiri dari hasil CT-scan tetapi allhamduliah tidak terjadi. Secara fisik dia sudah normal tetapi dia mengalami kerusakan saraf, ” katanya.

Dua pekan berada di Palu, Aldi dirujuk kembali ke RS Polri, Kramat Jati. Disana, Aldi mendapatkan rawat jalan. Hampir 7 bulan pasca kejadian itu, korban juga masih mengalami trauma. Ia masih terus memimpikan peristiwa naas itu.

“Dia selalu mimpi di malam, selalu mimpinya berulang-ulang dia dikejar- kejar polisi dan selalu bilang ada bisikan di telinganya. Bisikan kayak bilang tembak-tembak, bunuh-bunuh,” tuturnya.

Bahkan lebih parah, ketika mendengar kata polisi, Aldi sangat ketakutan.

“Dia juga suka nangis, bernyanyi, dan tiba-tiba marah,” ungkapnya.

Tak terima apa yang terjadi pada Aldi, Melpina meminta Polres dan Polda mencari penembak anaknya. Namun, sayang permintaan dia tak pernah diproses.

“Saya juga sudah ke Kompolnas, KPAI, KSP semuanya nggak ada kejelasan. Bahkan saat saya minta rekam medis saya tidak diberikan karena katanya harus minta ke polisi. saya minta ke polisi dia bilang ke rumah sakit saja (RS Polda),” kata Melpina.

Kuasa hukum Melpina, Riesqi Rahmadiansyah, berharap Bareskrim bisa mencari pelaku penembak Aldi.

“Yang paling fatal, ibu Fina tidak berhak mengetahui proyektil tersebut, tidak berhak meminta rekam medis tersebut. Ini menjadi tanda tanya besar, semoga dengan kita bikin LP ini jadi lebih clear semua. Polisi melalui Bareskrim juga bisa menjelaskan siapa pelaku sebenarnya karena Bareskrim memiliki kewenangan dan kesanggupan,” kata Riesqi. [YMA]