Suluh Indonesia – KontraS atau Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat.
Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) adalah salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di Indonesia yang terbentuk dari kesadaran akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia. Kontras merupakan organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Ketika zaman orde baru banyak sekali kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Rezim Soeharto begitu otoriter di segala bidang kehidupan, melenggangkan kekuasaannya lewat kekuatan militernya. Sehingga hampir sepanjang era orde baru, nilai-nilai hak asasi manusia tidak pernah mendapat perlakuan yang seharusnya. Hingga sekarang kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut belum juga terselesaikan dan tentu saja tidak bisa dilupakan begitu saja.
Diantara kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang masih belum tuntas sampai sekarang adalah tragedi Mei 1998. Peran LSM Kontras dalam mengakomodir kepentingan masyarakat dalam hal mencari keadilan dan upaya mendorong penyelesaian hukum kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 sangat diperlukan. Artinya harus ada peran yang serius dari lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan demokrasi lewat pembenahan sistem hukum dan politik terhadap landasan prinsip rakyat yang bebas dari ketakutan, penindasan, kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
Sejarah KontraS
Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang telah dibentuk pada tahun 1996. Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, KIP-HAM banyak mendapat pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik masyarakat korban maupun masyarakat yang berani menyampaikan aspirasinya tentang problem HAM yang terjadi di daerah.
Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima beberapa pengaduan melalui surat dan kontak telefon dari masyarakat. Namun lama kelamaan sebagian masyarakat korban menjadi berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
Dalam beberapa pertemuan dengan masyarakat korban, tercetuslah ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang sebagai respon praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban. Pada saat itu seorang ibu yang bernama Ibu Tuti Koto mengusulkan dibentuknya badan khusus tersebut. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama KontraS.
Dalam perjalanannya KontraS tidak hanya menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik secara vertikal di Aceh, Papua dan Timor-Timur maupun secara horizontal seperti di Maluku, Sambas, Sampit dan Poso. Selanjutnya, ia berkembang menjadi organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.[NoE]
Baca juga :
- K.H. Quraish Shihab: Agama dan Kemanusiaan Berdampingan
- Nasionalisme Perikemanusiaan
- Kasus Munir Bisa Kadaluwarsa Satu Tahun Lagi
- On This Day: 7 September 2004 Aktivis HAM Munir Said Thalib Dibunuh