Hampir sebulan setelah proklamasi kemerdekaan RI, para pemuda merasa kesal karena jajaran menteri di kabinet terdiri dari orang-orang yang dulunya pegawai kolonial di jaman Belanda, dan yang di jaman Jepang menjadi kepala jawatan.
Selain itu, para pemuda juga marah dan khawatir akan rencana tentara Sekutu yang hendak berlabuh di Tanjung Priok, sekaligus hendak membentuk markas besarnya di Jakarta. Untuk itu, para pemuda kemudian menginisiasi sebuah rapat besar. Dengan mengambil tempat di Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) di Jakarta, yang sekarang berada di bagian selatan Lapangan Monas.
Awalnya, rapat tersebut direncanakan untuk diadakan pada 17 September 1945, tepat sebulan sesudah kemerdekaan Indonesia. Berhubung waktu persiapan yang sangat mepet, dan dengan adanya ancaman dari Sekutu dan Jepang, diundur menjadi 19 September 1945. Meski begitu, ancaman dari Jepang tetap ada.
Melihat para pemuda dan rakyat berkeras untuk tetap berkumpul, penguasa Jepang di Jakarta mengeluarkan larangan penyelenggaraan rapat. Dengan ancaman akan diambil tindakan tegas bila dilanggar. Tak main-main, pasukan Jepang bersenjata dikerahkan untuk menjaga Lapangan IKADA.
Tak mengindahkan ancaman pasukan Jepang, pada hari yang ditentukan itu masyarakat segera membanjiri Lapangan IKADA sejak pagi hari. 300.000 orang memerahputihkan lokasi, dengan tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan negara yang baru berumur satu bulan. Mereka itu bukan hanya penduduk dari berbagai penjuru di Jakarta, tapi ada juga yang berasal dari Bogor, Banten, Tangerang, dan Bekasi.
Pada hari yang sama, Presiden Sukarno, yang semula menolak hadir di IKADA, mengadakan sidang kabinet pertama, yang membahas mengenai rapat raksasa tersebut. Sidang berlangsung dengan dipenuhi oleh berbagai perbedaan pendapat, tentang setuju atau tidaknya pemerintah pada rapat tersebut. Sidang kabinet itu juga dihadiri oleh beberapa anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sidang tersebut seharusnya berlangsung dari pukul 09.00 sampai 16.00. Tapi, pada 15.00 dihentikan karena Presiden Sukarno memutuskan untuk akhirnya pergi ke Lapangan IKADA. Beliau merasa perlu untuk menentramkan rakyat yang sudah berkumpul di sana sejak pagi. Terserah apapun pendapat para menteri.
Kehadiran Presiden Sukarno ternyata sangat berarti bagi rakyat Indonesia. Menjadi bukti bahwa pada akhirnya rakyat berhasil bertemu dengan pemerintahnya. Keputusan Presiden Sukarno untuk datang, telah menaikkan wibawa pemerintah. Dengan demikian, rakyat menjadi teguh mendukung pemerintahan yang baru terbentuk. Rakyat pun semakin yakin bahwa sebagai bangsa merdeka, mereka dapat mengubah nasib dengan kekuatan sendiri. [NiM]
Baca juga: