Omicron, Hambatan Ekonomi Indonesia

Ilustrasi penutupan tempat usaha saat pandemi Covid-19 - Shuterstock

Penyebaran virus Covid-19 varian Omicron mengharuskan pemerintah mengambil langkah antisipasi serius. Pemerintah akhir November 2021 memutuskan menutup pintu perbatasan bagi beberapa negara yang sudah memiliki kasus positif Covid-19 varian Omicron.

Larangan perjalanan telah diberlakukan bagi 11 negara yaitu Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia dan Hong Kong. Kebijakan ini dapat ditinjau kembali berdasarkan perkembangan situasi pandemi.

Penyebaran Covid-19 varian Omicron terus meluas, setelah di temukan di Afrika Selatan, varian baru ini telah menyebar ke sebagian negara Eropa. Varian ini juga terdeteksi di Asia termasuk negara-negara ASEAN.

Menteri Kesehatan Malaysia, Khairy Jamaluddin, pada hari Jumat (3/12) mengungkap, telah mendeteksi kasus pertama virus corona varian Omicron. Varian Omicron didapati dari sampel test seorang mahasiswa asing yang dikarantina ketika tiba di Malaysia.  Kemudian diketahui pendatang tersebut masuk melalui Singapura pada 19 November 2021 setelah tiba dari Afrika Selatan.

Investor khawatir

Setelah tersiar kabar Omicron telah masuk Malaysia dan Singapura, terjadi gejolak di lantai bursa efek. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 45.31 poin atau turun 0,69 persen pada Jumat (3/12) setelah sehari sebelumnya menguat 76,14 poin atau naik 1,17 persen. Sebanyak 233 saham hijau, 284 saham merah dan 144 saham stagnan pada akhir perdagangan. Investor asing pun membukukan aksi jual bersih Rp 516,85 miliar.

Pelemahan juga terjadi di bursa global merujuk data selama sepekan terakhir. Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang mengungkapkan sejak kemunculan varian baru Covid-19, pergerakan indeks bursa saham global sangat volatile.

Penyebaran yang cepat dari Omicron dinilai hampir sama seperti  varian Delta beberapa bulan lalu. Situasi ini membuat khawatir investor sehingga membawa asetnya keluar dari pasar modal dan mengalihkan portofolionya ke aset lain yang lebih aman seperti emas.

Dampak bagi ekonomi Indonesia

Pandemi Covid-19 telah membawa dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia, mulai dari tutupnya berbagai jenis usaha hingga turunnya daya beli masyarakat.

Pandemi juga menyedot porsi besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai penanganan, pengendalian juga pemulihan ekonomi akibat pandemi.

Khusus untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat pandemi, pemerintah telah mengeluarkan anggaran lebih dari 1000 triliun rupiah. Dana tersebut terdiri dari anggaran program PEN tahun 2020 sebesar 695,2 triliun rupiah ditambah anggaran PEN tahun 2021 sebesar 744,7 triliun rupiah. Untuk tahun 2022 sendiri pemerintah telah menganggarkan 414 triliun rupiah guna membiayai program PEN.

Kemunculan Covid-19 varian Omicron tentunya akan menjadi pekerjaan baru bagi pemerintah dalam upaya pengendalian penyebaran Covid-19. Setelah kurva penyebaran virus Covid-19 melandai ditahun 2021 ini, varian baru dikhawatirkan membawa masalah serius, mengingat sifat Omicron yang lebih mudah menular. Selain itu dibutuhkan tindakan tepat pemerintah agar tidak terjadi kepanikan atau gejolak ekonomi nasional.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira , pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tepat di dalam negeri untuk mengantisipasi adanya varian baru Omicron. Jika kebijakan tidak tepat maka akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu pemulihan daya beli perlu terus didukung dengan berbagai program, seperti melanjutkan bantuan usaha produktif, bantuan subsidi upah dan kerja sama dengan platform digital agar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bisa bertahan.

Diharapkan antisipasi yang dilakukan pemerintah terhadap penyebaran varian omicron ini bukan dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sebab akan berdampak pada terhambatnya mobilitas masyarakat sebagai poros pertumbuhan ekonomi nasional. [PTM]