Ombudsman: Untuk Siapa Keuntungan Impor Beras?

Beras impor dari Vietnam tahun 2015.

Koran Sulindo – Ombudsman Republik Indonesia mempertanyakan untuk siapa keuntungan yang didapat pemerintah dari impor beras. Keuntungan dari impor ini mencapai triliunan rupiah.

“Apakah jadi keuntungan PT PPI atau yang lain,” kata anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, dalam jumpa pers di Ombudman, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Alamsyah menilai ada potensi konflik kepentingan dalam langkah pemerintah melakukan impor beras 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam.

Pekan lalu Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka keran impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan beras impor tersebut akan masuk pada akhir Januari ini.

Kemendag telah menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor beras khusus. Namun, penunjukan PPI ini dinilai berpotensi menyalahi aturan yang berlaku.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 3 ayat (2) Pasal 3 ayat (2) huruf d dan diktum ketujuh angka 3 lnpres Nomor 5 tahun 2015 mengatur jika yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabililtas harga adalah Perum Bulog.

Hal ini juga didukung oleh dokumen notifikasi WTO terhadap Perum Bulog sebagai state trading enterprise (STE). Dengan demikian, penunjukan PT PPl sebagai importir berpotensi melanggar perpres dan inpres tersebut.

“Kami juga lihat penyalahgunaan kewenangan. di dalam Perpres 48, Bulog adalah importir. Jadi hati-hati untuk tidak dilanggar karena baru Bulog yang punya notifikasi. Kalau dicederai pergaulan internasional kita akan rusak. Dampaknya bisa meluas ke mana-mana,” katanya.

Jenis Beras

Alamsyah juga mempertanyakan jenis beras yang dibuka keran impornya oleh Kemendag. Sebab kebutuhannya beras medium tapi Kemendag malah membuka impor beras khusus.

“Impor dilakukan karena harga beras umum naik, tapi yang diimpor beras khusus. Itu juga sinyal bagi kami adanya maladministrasi,” katanya.

Sebelum memutuskan impor beras oleh PT PPI, Mendag Enggartiasto menerbitkan Permendag Nomor 1/2018. Peraturan itu mengatur BUMN bisa melakukan impor secara langsung.

Ombudsman menilai aturan tersebut dibuat begitu cepat dan tanpa sosialisasi juga berpotensi mengabaikan prosedur dan mengandung potensi konflik kepentingan.

“Ada konflik kepentingan dengan Permendag Nomor 1 untuk mengatur agar BUMN bisa mengimpor secara langsung dan kemudian ditunjuk lah PT PPI sebagai importir,” kata Alamsyah.

Sementara itu Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai, mengatakan terdapat indikasi maladministrasi pada proses impor dan jenis beras yang diimpor.

“Kami menilai ada potensi gejala maladministrasi dalam situasi ini. Kami ingin kalau ada impor dilakukan dengan cara yang benar. Dalam impor beras, jangan mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi maladministrasi dan pelanggaran hukum,” kata Amzulian.

Ilustrasi: Jumpa pers Ombudsmana RI/ombudsman.go.id

Menurut rilis media, Ombudsman RI menyatakan telah melakukan pemantauan di 31 Provinsi, dari tanggal 10-12 Januari 2018. Dari peta keluhan pedagang, stok beras pas-pasan, tidak merata dan harga meningkat tajam sejak Desember.

Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton tidak akan mengganggu harga jual petani daerah.

“Tidak. Rumusannya, Bulog harus punya cadangan di atas satu juta ton, begitu di bawah satu juta ton, maka perlu impor,” kata Wapres Kalla, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/1/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Kalla mengatakan dengan kebijakan impor beras tersebut, petani beras di daerah justru dapat terlindungi dari lonjakan harga beras. Karena jika stok beras dalam negeri terbatas, maka harga beras di dalam negeri akan mencekik. [DAS]