Koran Sulindo – Laju industri perfilman di Tanah Air baru saja bergerak lagi, setelah lebih dari tujuh bulan sejak April hingga Oktober 2020 ini mati langkah dihantam pandemi Covid-19. Hingga kini pandemi virus corona masih terus berlangsung dan belum diketahui kapan berakhir. Meski begitu, para pecinta film nasional sudah bisa datang ke bioskop dan tentu saja mengikuti protokol kesehatan.
Hampir sebulan ini – sejak medio Oktober lalu bioskop sudah dibuka. Meski begitu, selaku produser film Ody Mulya Hidayat belum mendapatkan data yang lengkap jumlah penonton film. “Karena bioskop belum bisa menampung banyak penonton dalam satu studio, maksimal lima puluh persen dari jumlah kursi dalam satu studio. Di samping saya juga belum dapat informasi jenis film apa yang digemari saat ini,” tutur Ody ketika dihubungi via telepon.
Jenis film yang disukai pada tahun ini menjadi tolok ukur untuk produksi pada tahun berikutnya. Sebab, kata Ody, penonton film Indonesia berdasarkan dari pengalaman sebelumnya memang unik jika disimak kencenderungan akan jenis film. “Maka jangan heran, kalau trennya sedang film komedi, ya, kita buat komedi. Demikian juga dengan drama keluarga, juga jenis horor. Keluar dari tren itu banyak bahayanya,” kata Ody yang hampir 20 tahun menjadi produser film.
Berkaca pada dekade sebelumnya, Ody menyebutkan di 1980-an ada masanya film remaja menjadi tren, bermunculan film film seperti Gita Cinta dari SMA, Rano Karno-Yessy Gusman. Film genre drama remaja membanjiri bioskop pada masanya, memunculkan nama nama baru Herman Felani, Lidya Kandou, Ita Mustafa, Dian Hasri, Anita Carolina Muhede. “Semau Gue, Musim Bercinta, Selamat Tinggal Masa Remaja, dan judul-judul lainnya film remaja,” kata Ody.
Di dekade yang sama, ujar Ody, film horor terutama yang dibintangi Suzanna juga menjadi tren. Dalam satu dekade atau masa sepuluh tahun itu dari tahun ke tahun punya kecenderungan sendiri berkaitan dengan genre cerita film. “Tapi, hati-hati juga karena penonton jenuh juga kalau genrenya itu-itu saja. Persoalannya siapa yang berani dan punya keyakinan dengan cerita filmnya untuk memecah kebosanan dengan menyuguhkan genre baru kepada penonton. Bukan pekerjaan mudah dan risikonya besar,” tutur Ody.
Bukan tanpa dasar jika Ody harus berhitung matang betul jika ingin melawan arus tren dengan memproduksi film genre lain. Hampir sepuluh tahun silam Ody memproduksi film berjudul Bukan Bintang Biasa. Aktor aktris membintangi film itu terdiri atas Laudya Chintya Bella, Raffi Ahmad dan Ayu Shita. Nama-nama tersebut sedang jadi idola remaja masa itu. Mereka sudah dikenal sebagai grup vokal binaan Melly Goeslaw, musisi sedang top kala itu.
“Ketika itu kami menggelar Meet and Greet dijejali remaja sampai kaca pembatas ruangan pecah saking penuhnya. Kami sudah menduga film bakal dibanjiri penonton. Kenyataan sebaliknya, penonton film itu sepi dan kami rugi. Kenapa bisa begitu? Kami melawan arus. Karena saat itu genre film yang disukai horor,” kata Ody. Kemudian produksi selanjutnya ia memproduksi film berjudul Tali Pocong Perawan, sukses. Dari sana Ody di bawah bendera Maxima Picture saat itu memproduksi Setan Budeg, Pocong Juga Pocong, dan genre horor lainnya.
Belajar dari pengalaman itu, Ody sudah bisa menduga kapan masa jenuh sebuah genre. Di sini ia harus berpikir keras untuk membuat tren baru. Bersama perusahaan Max Picture, Ody melawan arus ketika memproduksi film Dilan 90. Cerita film diadopsi dari novel itu mengisahkan romantika remaja di tahun 90.
“Waktu saya produksi film Dilan, film komedi dan religi sedang naik daun. Terus terang awalnya banyak yang meragukan. Karena cerita remaja masa yang sudah jauh. Tapi, saya punya keyakinan film ini akan punya penonton tersendiri. Minimal seribu penonton sih dapat. Karena apa, pembaca novelnya sudah mencapai jutaan, meski tidak menjadi jaminan penontonnya akan mencapai jutaan juga. Di luar dugaan saya, lebih dari lima juta penontonnya, juga Dilan 91 sukses,” kata Ody bangga.
Adanya musibah jagat raya pandemi Covid-19 ini, sulit bagi Ody untuk memperkirakan genre film apa yang akan menjadi tren di 2021 nanti. Kondisi begini mengaburkan pandangan, genre film apa yang disukai ke depannya. “Pada akhir tahun ini saya siapkan film Melia Extended, merupakan kelanjutan kisah Milea pacar Dilan. Film remaja ini apakah masih disukai atau tidak? Tetapi, saya dan semua teman-teman produser harus berani menyuguhkan yang terbaik, meski pengunjung bioskop belum ramai. Siapa tahu dengan disuguhkan film-film yang baik, bersamaan dengan menyurutnya corona penonton film akan bergairah kembali,” kata Ody berharap.
Sepanjang 2020 ini, Ody mengakui tidak memproduksi film karena sedang fokus membuat FTV dan mini seri tayang di MNC TV dan RCTI. Sementara untuk 2021, Max Picture sudah merencanakan memproduksi beberapa judul film cerita. Namun mengenai genre, Ody belum mau mengatakannya. “Nanti saya bilang genre ini, ternyata saya mendahulukan genre lainnya,” kata Ody.
Sejauh ini, Ody masih mengandalkan bioskop sebagai ruang menonton. Meski kini hadir ruang menonton melalui aplikasi seperti Netflix dan sejenisnya, Ody belum mau menggantikan peran bioskop sebagai tempat menonton film masyarakat Indonesia. Hal tersebut berhubungan dengan nilai rupiah yang dihasilkan.
“Kalau penonton kan kaitannya dengan kenyamanan dan kenikmatan berbeda nonton di telepon genggam pintar atau laptop dibandingkan dengan di layar bioskop. Visual dan audio menikmatinya lebih terasa di bioskop,” kata Ody. [Didang Pradjasasmita]