Desain gedung Istana Garuda yang akan menjadi salah satu ikon di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara telah menuai kritik dari berbagai kalangan. Beberapa pihak menganggap desain tersebut terlihat gelap dan mengandung unsur mistis.
Nyoman Nuarta, desainer utama dari proyek ini, menanggapi kritikan tersebut dengan sikap tenang dan terbuka.
Nyoman Nuarta, seorang seniman dan desainer yang sudah berpengalaman, mengaku tidak terkejut dengan adanya kritik terhadap karyanya. Dia menyatakan bahwa ini bukan kali pertama karyanya mendapatkan kritik keras dari masyarakat.
Dalam sebuah wawancara yang dikutip dari Antara pada Minggu (11/8/2024), Nyoman mengungkapkan bahwa pengalaman serupa pernah dialaminya ketika mengerjakan proyek Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali.
“Dulu yang di GWK itu, 28 tahun saya dikritik habis oleh orang Bali sendiri, dituduh macam-macam, saya itu sampai didemo, diancam segala macam, dianggap saya perusak budaya Bali,” ungkap Nyoman.
Namun, meskipun tanpa dukungan pemerintah atau perbankan, Nyoman tetap melanjutkan proyek tersebut hingga akhirnya GWK menjadi salah satu ikon pariwisata dan tempat penyelenggaraan acara internasional di Bali.
Nyoman juga menegaskan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan kritik yang diberikan terhadap desain Istana Garuda di IKN. Menurutnya, desain istana tersebut berbeda dari bangunan-bangunan lain, sebuah prinsip yang dia pegang teguh sejak awal.
“Saya bilang sama Pak Jokowi (Presiden RI) kalau model kayak gitu (sama yang desain yang lain), saya nggak mau deh, istana kita harus beda dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan fungsinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan bahwa konsep desain Istana Garuda murni berasal dari pemikirannya sendiri, tanpa mengadopsi prinsip ‘ATM’ (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Baginya, orisinalitas adalah hal yang sangat penting dan dia sangat anti terhadap pendekatan yang hanya meniru atau memodifikasi karya orang lain.
Terkait anggapan bahwa desain gedung Istana Garuda terlihat mistis, Nyoman menyerahkan penilaian tersebut kepada masing-masing individu. Menurutnya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang mereka sendiri.
Namun, dia menekankan agar kritik yang diberikan tidak dikaitkan dengan isu agama. “Jangan bawa-bawa agama, jangan bawa-bawa itu, nggak ada urusan. Kan nanti orang lain tersinggung, apa urusannya. Itu ada sampai bawa-bawa agama, karena orang Bali, karena orang Hindu, apalah gitu, jauh banget,” tegas Nyoman.
Nyoman Nuarta, dengan segala pengalamannya, tetap teguh pada prinsipnya dalam berkarya. Dia menerima kritik sebagai bagian dari proses kreatif, namun menolak untuk diintimidasi oleh tuduhan-tuduhan yang tidak relevan.
Baginya, yang terpenting adalah memberikan yang terbaik dan menghadirkan karya yang orisinal serta bermakna bagi bangsa. [UN]