Ilustrasi Nyeupah. (Dok: wikimedia)

Di era modern, menjaga kesehatan gigi menjadi lebih mudah dengan adanya pasta gigi, sikat gigi, serta perawatan rutin ke dokter gigi. Namun, sebelum teknologi perawatan gigi berkembang, masyarakat memiliki cara tradisional yang unik untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Salah satunya adalah tradisi mengunyah daun sirih, yang dalam budaya Sunda dikenal dengan nama “Nyeupah”.

Lebih dari sekadar menjaga kesehatan gigi, tradisi ini juga memiliki nilai filosofis yang mendalam dan erat kaitannya dengan kehidupan sosial. Lalu, bagaimana sejarah Nyeupah, manfaatnya bagi kesehatan, dan apa filosofi di baliknya? Mari kita telusuri lebih dalam!

Sejarah Nyeupah dalam Budaya Sunda

Nyeupah merupakan kebiasaan mengunyah daun sirih yang telah dilengkapi dengan berbagai rempah seperti gambir, apu, jambe, kapulaga, dan cengkih. Campuran ini kemudian dilipat dan dikunyah hingga bercampur dengan air liur.

Sejarah mencatat bahwa tradisi mengunyah daun sirih ini telah dilakukan sejak pertengahan abad ke-15. Pada masa itu, Nusantara menjadi pusat perdagangan rempah-rempah bagi bangsa Cina, India, Persia, dan Eropa. Sementara itu, dalam catatan sejarah Sunda, keberadaan tanaman sirih diperkirakan telah ada sejak 1400 hingga 1500 tahun lalu, sebagaimana disebutkan dalam naskah Bujangga Manik.

Di masa lalu, Nyeupah memiliki peran sosial yang mirip dengan kebiasaan ngopi atau merokok di zaman sekarang. Masyarakat menjadikannya sebagai aktivitas yang menyegarkan mulut setelah makan dan sebagai bentuk pergaulan sosial.

Nyeupah bukan sekadar kebiasaan turun-temurun, tetapi juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Daun sirih dan bahan-bahan lainnya yang dikunyah dalam tradisi ini dipercaya dapat memperkuat gigi dan menjaga kesehatan rongga mulut.

Ketika seseorang mengunyah daun sirih dan biji pinang, produksi air liur meningkat. Air liur ini mengandung berbagai protein dan mineral yang berperan dalam menjaga kekuatan gigi, mencegah penyakit gusi, serta melindungi mulut dari infeksi bakteri. Oleh karena itu, meskipun metode perawatan gigi sudah berkembang, Nyeupah tetap memiliki nilai kesehatan yang tidak bisa diabaikan.

Filosofi di Balik Tradisi Nyeupah

Selain manfaat kesehatannya, Nyeupah juga mengandung filosofi mendalam dalam kehidupan masyarakat Sunda. Kebiasaan ini mencerminkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang berpegang pada prinsip tekad, ucap, dan lampah (niat, perkataan, dan perbuatan yang selaras).

Selain itu, setiap komponen dalam Nyeupah memiliki makna simbolis yang menggambarkan kehidupan manusia. Buah pinang dan gambir yang berwarna kuning kecoklatan melambangkan daging, kapur sirih yang berwarna putih melambangkan tulang, sementara daun sirih yang membungkus semuanya melambangkan kulit. Secara keseluruhan, Nyeupah menjadi simbol manusia itu sendiri dan mengajarkan nilai kehidupan.

Meskipun telah tergeser oleh kebiasaan modern, Nyeupah tetap memiliki tempat istimewa dalam budaya Sunda. Beberapa masyarakat adat dan kalangan tertentu masih menjaga tradisi ini sebagai warisan leluhur. Dengan semakin berkembangnya kesadaran akan manfaat bahan alami, Nyeupah juga dapat menjadi inspirasi dalam perawatan gigi berbasis herbal.

Melestarikan Nyeupah bukan hanya berarti menjaga kesehatan gigi dengan cara alami, tetapi juga menjaga warisan budaya yang kaya akan nilai dan makna. Tradisi ini mengajarkan kita bahwa perawatan kesehatan tidak hanya sebatas fisik, tetapi juga memiliki filosofi dan kebijaksanaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. [UN]