Nusantara, Dikenal Sejak Jaman ‘Ramayana’

Junk atau kapal dari Cina telah menyambangi pelabuhan-pelabuhan di Nusantara sejak awal sejarah.

Koran Sulindo –Ketika kali pertama disebut dalam kisah Ramayana karangan Walmiki dari era 500 tahun sebelum masehi, Pulau Jawa dianggap sebuah wilayah di seberang laut yang sangat asing dan jauh dari India.

Dalam kisah itu disebut Sri Rama memerintahkan kepada Hanuman untuk mencari Sita, istri Rama yang diculik Rahwana.

Oleh Sri Rama Hanuma harus mencari Sita di delapan penjuru mata angin termasuk di sebuah tempat bernama Yavadvipa. “Lewatilah Yavadvipa, tujuh kerajaan menjadi hiasan. Itulah tanah emas dan perak..” kata Rama kepada Hanuman.

Para ahli sejarah sepakat Yavadvipa yang disebut menghasikan emas dan perak itu adalah adalah Pulau Jawa.

Tak hanya Walmiki, di masa yang lebih belakang Claudius Ptolomeus dalam atlas buatannya Geographike Gypehegesis yang ditulis tahun 150 menjelaskan, kapal-kapal dari dari Aleksandria rutin berlayar dari Teluk Persia menuju Bandar Baybaza di Cambay, India dan Majuri di Kochin, India Selatan.

Ia lebih lanjut menjelaskan dari pelabuhan-pelabuhan itu kapal melanjutkan pelayaran pantai timur India hingga ke kepulauan Aurea Chersonnesus.

Di kepulauan itu kapal-kapal bakal singgah di Barousae, Sinda, Sabadiba, dan termasuk Iabadiou.

Iabadiou adalah toponim yang sama dengan Yavadvipa atau Jawa.

Tak hanya di masa-masa awal sejarah, Nusantara khususnya Jawa tetap dikenal sebagai daerah perdagangan yang strategis.

Memanfaatkan angin muson barat perahu-perahu beracdik dari Nusantara melintasi Samudera Hindia dan berlabuh di dermaga-dermaga di India hingga pantai timur Afrika.

Saudagar- Nusantara itu sejak lama sudah menjalin hubungan dagang dengan pedagang Arab, Fenisia, Israel dan Hindustan.

Dari pelabuhan-pelabuhan tersebut barang-barang berharga seperti rempah-rempah, emas, batu mulia, kulit hewan langka, kayu arang, kayu manis padang dan kayu manis cina hingga mutiara mengalir menyusuri Laut Merah hingga mencapai delta Sungai Nil dan Alexandria.

Di paruh kedua milenium pertama sebelum masehi suku-suku M’ain, Qataban, Hadhramaut, Saba dan Himyarite di Arab Selatan dan Barat mengontrol jalur darat rempah-rempah dari Arab Selatan ke Laut Mediterania.

Sementara itu di utara suku Nabath menguasai jalur perdagangan yang melintasi Negev dari Petra ke Gaza. Perdagangan ini membuat suku-suku Arab tersebut menjadi sangat kaya.

Orang Yunani menyebut wilayah Selatan itu sebagai Arabia Eudamon atau Arabia yang gembira dan ada dalam agenda penaklukan Alexander dari Makedonia sebelum meninggal.

Perdagangan dengan Arabia dan Hindustan dalam dupa dan rempah-rempah menjadi semakin penting, dan Yunani untuk pertama kalinya mulai berdagang langsung dengan Hindustan.

Dengan meningkatnya perdagangan antara Hindustan dan Yunani-Romawi, permintaan akan rempah-rempah juga melejit sekaligus merupakan impor utama India ke dunia Barat melebihi sutra dan komoditas lainnya.

Di Pulau Jawa dan Kalimantan, budaya Hindustan menciptakan permintaan untuk komoditas aromatik. Pos perdagangan ini kemudian akan melayani pasar dari negeri Tiongkok dan Arab.

Dalam Yunani Periplus Maris Erythraei disebut beberapa nama pelabuhan Hindustan tempat kapal-kapal besar berlayar arah timur ke Khruse.

Mekah pada zaman pra-Islam terus menggunakan rute Jalur Dupa kuno untuk mendapatkan keuntungan dari permintaan besar Romawi untuk barang-barang mewah.

Keterlibatan Mekah juga dalam ekspor barang yang sama: kemenyan arab, gading dan emas Afrika Timur, rempah-rempah Hindustan, hingga sutra Tiongkok.

Roma berperan dalam perdagangan rempah-rempah selama abad ke-5, namun peran ini tidak seperti Arab dan tidak berlangsung sampai melewati Abad Pertengahan.

Namun, kebangkitan Islam segera menutup rute darat para kafilah melalui Mesir dan Suez, dan pedagang Arab terutama dari Mesir akhirnya mengambil alih pengiriman barang melalui Levant ke Eropa.

Hal itulah yang kemudian memicu penjelajahan pelaut-pelaut Eropa untuk mencari muasal rempah-rempah yang sangat dimininat itu.[TGU]