Koran Sulindo – Setelah 1 tahun kasus penyerangan brutal yang menimpanya, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, yang disiram air keras sehabis menunaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading Jakarta Timur, mengatakan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) penting untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap dirinya.
“Saya berpikir TGPF ini penting untuk melihat apakah betul ucapan saya bahwa ada banyak fakta-fakta yang tidak diungkap,” kata Novel, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Novel didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
Novel mendatangi gedung KPK atas undangan dari Wadah Pegawai KPK, dalam rangka memperingati satu tahun peristiwa penyerangan air keras terhadap Novel pada 11 April 2017 lalu. Peringatan digelar dengan diskusi dan nonton bareng film “Menolak Diam”.
Pembentukan TGPF itu disebutnya bukan untuk mencari bukti, melainkan fakta-fakta.
“Ada banyak fakta-fakta yang tertutupi. TGPF bukan untuk mencari bukti, TGPF mencari fakta-fakta yang bisa memberi informasi.Dengan begitu, bisa menjadikan informasi kepada Presiden dan juga informasi kepada Bapak Kapolri sehingga upaya pengungkapannya menjadi serius dan benar,” katanya.
Novel mengakui pernah mengatakan kasusnya tersebut tidak akan pernah diungkap.
“Saya sudah menyampaikan sejak awal, bahkan saya seingat saya lima bulan setelah saya di Singapura, saya menyampaikan bahwa saya meyakini ini tidak akan diungkap. Apakah itu merupakan keengganan atau memang ada suatu kesengajaan saya tidak tahu,” katanya.
Novel menduga ini terkait dengan orang-orang yang mempunyai kekuasaan.
“Saya menduga bahwa ada oknum Polri juga yang terlibat di sini sehingga saya ingin menyampaikan bahwa saya menduga itu yang terjadi,” kata Novel.
Novel disiram air keras oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai sholat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel rusak, ia menjalani perawatan di Singapura sejak 12 April 2017.
Novel adalah salah satu penyidik senior KPK yang antara lain menangani kasus korupsi dalam pengadaan KTP-elektronik (KTP-e), pengadaan Al Quran di Kementerian Agama, dan kasus korupsi di Badan Kemanan Laut (Bakamla).
Koalisi Masyarakat Sipil
Pada 26 Juli 2017 lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai mandeknya pengungkapan kasus penyiraman terhadap penyidik KPK Novel Baswedan bukan semata-mata ketidakmampuan penyidik Polri dalam mengungkap, tetapi karena banyak kepentingan di internal Polri yang mempengaruhi proses penyidikan.
“Sehingga terjadi politik saling sandera di internal kepolisian. Kami mempercayai bahwa sebenarnya Polri mampu untuk mengungkap kasus Novel Baswedan, dengan barang bukti dan informasi yang cukup banyak yang telah dikumpulkan oleh penyidik,” tulis siaran pers Koalisi, di Jakarta, Rabu (27/7), seperti dikutip bantuanhukum.or.id.
Baca juga: Ada Saling Sandera di Internal Kepolisian dalam Kasus Novel Baswedan
Karena itu Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen untuk mengungkap kasus penyerangan itu.
“TGPF ini juga penting dibentuk untuk menghindari politik kepentingan atau politik saling sandera yang ada di tubuh internal kepolisian.”
Presiden Jokowi juga didesak mengevaluasi kinerja Polri dalam penyidikan kasus penyerangan ini, karena sudah banyak bukti dan informasi serta waktu yang lama sejak kejadian.
Pada 22 Februari 2018 lalu, sejumlah organisasi sipil menggelar aksi #Novelkembali #Sebelahmata, menyambut pulangnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Aksi itu menuntut penuntasan kasus yang bertele-tele itu.
Pada 11 April 2017, Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sesaat setelah kejadian Novel dilarikan ke RS Mitra Keluarga sebelum akhirnya dirujuk Jakarta Eye Center. Novel dirujuk ke rumah sakit di Singapura.
Hari itu juga Presiden Joko Widodo mengutuk keras penyiraman air keras itu.
“Itu tindakan brutal yang saya mengutuk keras. Saya perintahkan kepada Kapolri untuk dicari siapa pelakunya,” kata Presiden Jokowi, usai acara pengangkatan hakim konstitusi dan pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/4/2017), seperti dikutip setneg.go.id.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan biaya pengobatan Novel ditanggung oleh negara, melalui anggaran Kepresidenan.
Hingga saat itu polisi menyatakan sudah mengerahkan 167 orang personel dan memeriksa 56 orang saksi, termasuk saksi yang melihat betul kejadian.
Siapa Pelakunya?
Menurut sumber koransulindo.com, beberapa hari dan saat kejadian brutal itu, terdapat 3 kelompok yang mengincar Novel.
Yang pertama, yang diduga terlibat kasus e-KTP. Yang Kedua, yang terlibat kasus suap terkait pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Yang ketiga, yang terlibat kasus korupsi Al Quran di Kementerian Agama.
Dalam wawancara dengan majalah Time sekitar Juni 2017, Novel mengatakan ada perwira tinggi polisi terlibat dalam kasus yang menimpanya.
Sementara dalam wawancara di situs Kumparan.com, Novel mengatakan polisi memandang sebelah mata kasusnya. Misalnya, dalam penyelidikan polisi menyatakan tidak menemukan sidik jari pada gelas yang dipakai pelaku membawa air keras untuk menyiramnya. Menurut Novel, saksi mengatakan pelaku tidak mengenakan sarung tangan saat itu.
Novel yakin jika kepolisian serius menangani kasus ini pasti bisa terungkap dengan cepat.
Kisah lain, setelah sepekan bertemu dengan Kapolri, Novel didatangi tim Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror, yang berjanji akan menemukan pelakunya. Metodologi yang dipakai tim ini secara teknis sama seperti yang umum mereka gunakan untuk menemukan terduga teroris. Tidak lama kemudian, foto pelaku dikirimkan kepada Novel. Namun hingga kini kasus ini tetap jalan di tempat.
Time Line Kasus Novel
Pada 11 Juli 2017 dinihari, Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sesaat setelah kejadian Novel dilarikan ke RS Mitra Keluarga sebelum akhirnya dirujuk Jakarta Eye Center.
13 April 2017
Novel Baswedan dirujuk ke Singapore National Eye Centre (SNEC) di Singapura. Pemerintah menegaskan biaya pengobatan Novel menggunakan anggaran Kepresidenan.
16 April 2017
KPK menyatakan ada tekanan di kedua mata Novel. Tim medis fokus penyembuhan pada selaput mata. Jika pertumbuhan selaput mata lambat, ada kemungkinan mata Novel dicangkok.
21 April 2017
Polisi memeriksa 2 orang mencurigakan yang setelah diselidiki ternyata bukan merupakan pelaku penyiraman.
Mei 2017
Tim dari Polri terbang ke Singapura untuk memeriksa Novel. Desakan dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mulai menggema. Pada akhirnya Polri menganggap belum perlu adanya TGPF.
15 Mei 2017
Mata kanan Novel mengalami peradangan. Sementara itu kadar potasium dalam darah Novel tercatat normal.
Juni 2017
Novel kepada media AS TIME menyebut adanya kemungkinan keterlibatan jenderal di balik teror terhadapnya. Terkait hal ini Poliri lalu mengirim tim ke Singapura.
31 Juli 2017
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara membahas progres kasus Novel. Jokowi minta diusut sampai tuntas.
Agustus 2017
Polisi menunjukkan satu sketsa terduga pelaku penyiraman Novel. Sampai akhirnya ada 4 sketsa yang disebar hingga akhir 2017.
11 November 2017
Kesehatan mata Novel terus membaik. Namun untuk sementara mata kirinya tak bisa digunakan.
12 Februari 2018
Novel menjalani operasi tambahan untuk mata kirinya. Novel direncanakan segera pulang ke tanah air untuk kemudian menjalani rawat jalan.
22 Februari 2018
Novel kembali ke tanah air.
11 April 2018
Setahun kasus penyerangan brutal pada Novel. [DAS]