Nilai Kebinekaan Lemah karena Generasi Lama

Jaleswari Pramodharwardani. Foto: Yuyuk Sugarman

Koran Sulindo – Persoalan tentang kebinekaan yang kini menjadi isu perselisihan antargolongan dan marak diberitakan saat ini sebetulnya sudah muncul jauh sebelumnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penelitian pada tahun 2007 lampau dan melansir bahwa Pancasila adalah sesuatu yang tidak populer lagi di kalangan mahasiswa. Demikian disampaikan Deputi V Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia Strategis Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodharwardani, saat berbicara di depan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (9/2).

“Situasi yang terjadi saat ini menunjukkan kegagalan generasi lama dalam menangani potensi pelemahan nilai kebinekaan yang telah muncul 10 tahun lalu,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Dani itu.

Dani mengaku merasa sedih adanya kegaduhan politik yang terjadi selama ini. Menurut dia, ini akan semakin mempertajam sikap anti kebinekaan. Karena itu, Dani berharap generasi muda yang penuh idealisme dan kreativitas dapat membuat suatu terobosan untuk mengatasi persoalan yang ada saat ini. “Sikap generasi muda dalam situasi yang terjadi saat ini menjadi kunci yang akan menentukan bagaimana keadaan Indonesia dalam 10 hingga 20 tahun mendatang,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, dosen Fakultas Hukum UGM Oce Madril, yang mendampingi Dani, juga menegaskan ke para mahasiswa Fakultas Hukum UGM bahwa kebinekaan telah menjadi nilai yang melekat pada bangsa Indonesia. Bahkan, lanjutnya, konstitusi Indonesia pun berangkat dari keberagaman yang kemudian diterapkan dalam aturan positif. Karena itu, Oce menyatakan, kalau kemudian memperdebatkan kembali prinsip keberagaman, ini sebagai suatu kemunduran dalam perjalanan bangsa Indonesia.

“Kita sudah melewati berbagai macam fase dan sikap saling menghargai di antara bangsa Indonesia telah terlihat di konstitusi. Kalau sekarang balik lagi memperdebatkan, itu berarti kita flashback jauh sekali ke zaman ketika kita belum terhimpun menjadi bangsa Indonesia,” ucapnya.

Oce berharap para mahasiswa dapat berperan merawat kebinekaan dengan tetap menegakkan hukum serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak tatanan yang sudah terbangun selama ini. “Hukum harus dijadikan acuan. Kalau kita merusak keajekan ini, implikasinya akan panjang, karena akan mengubah norma dasar,” tutur Oce. [YUK]