Koran Sulindo – “Teman-teman saya dipenjarakan akibat Permen 56/2016, Pasal 7 ayat 1,” kata seorang nelayan dari Banten dalam seminar nasional “Laut Kaya, Nelayan Sejahtera, Industri Maju, Negara Maritim Kuat” di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (27/10). Menurut dia, teman-temannya itu dipenjarakan karena menangkap lobster jenis khusus, yang menurut peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu untuk dibudidayakan. Dalam Permen 56/2016 tersebut memang ada larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah Indonesia
Dalam kesempatan itu, para nelayan dari Sabang sampai Merauke berkeluh kesah tentang permen itu. Karena, peraturan yang dikeluarkan Menteri Susi Pudjiastuti dianggap banyak merugikan nelayan.
Sejak dikeluarkannya, permen itu sebenarnya sudah menuai protes, terutama dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Karena, permen pengganti Permen
Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tersebut dinilai sebagai bentuk “pembunuhan” mata pencarian nelayan. Karena, hanya fokus pada bentuk kelestarian tanpa memikirkan tata cara pemanfaatannya untuk masyarakat sehingga membuat nasib nelayan terpuruk. Karena adanya permen itu, ada kasus munculnya konflik antara nelayan dan aparat kepolisian.
Pada Juli 2017 lalu, nelayan dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, bahkan sampai mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait permen tersebut, diprakarsai oleh Front Nelayan Indonesia. Pada kesempatan itu, para nelayan menolak dengan tegas permen itu dan minta Komnas HAM menindaklanjuti aspirasi dan harapan mereka.
“Kebijakan Ibu Susi ini membunuh sekitar dua ribu nelayan, karena itu perlu diperhitungkan lagi oleh negara yang katanya demokrasi,” kata seorang nelayan bernama Abdul Majid dlaam kesempatan tersebut, 28 Juli 2017 lalu. Bahkan, katanya lagi, ada nelayan tersangkut kasus kriminal karena danya permen itu. “Kami harap pemerintah kembali mengkaji. Kalau mau buat aturan, harus perhatikan juga nasib rakyat,” ujarnya.
Namun, tampaknya, upaya Komnas HAM sejauh ini untuk mengaspirasikan harapan nelayan belum dipenuhi. Padahal, seperti diungkapkan komisioner Komnas HAM Manager Nasution dalam kesempatan itu, permen tersebut patut diduga proses lahirnya cacat hukum. Karena, tak ada pembahasan, kajian, dan sosialiasi. Pihak nelayan lobster juga tidak diundang. “Permen ini diduga ada ketidakpastian hukum karena permen ini tidak memberikan jalan keluar dan menimbulkan ketidakpastian. Ini jalan pintas yang diambil oleh pemerintah namun tidak pantas,” kata Manager di depan para nelayan itu.
Manager pun berjanji, komisinya akan merancang rekomendasi agar negara melakukan pengkajian terhadap permen itu, apa perlu direvisi atau dicabut. “Komnas HAM juga akan memberi rekomendasi kepada negara untuk melakukan kajian independen dari pakar indevenden,” tuturnya. [PUR]