Sulindomedia – Tingkat kebebasan ekonomi di Indonesia masih buruk. Terbukti, kebebasan ekonomi Indonesia berada pada peringkat ke-108 dari 178 negara di dunia. Buruknya tingkat kebebasan ekonomi menjadi salah satu pemicu faktor melemahnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia. “Tak hanya itu, industri Indonesia juga mengalami penurunan performance,” ungkap Iman Pambagyo, Staf Khusus Menteri Perdagangan untuk Prioritas Kebijakan Global dalam “Seminar Nasional Diplomasi Dagang Indonesia di Afrika”, yang diselenggarakan Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (27/2/2016).
Maka, menurut Iman, kebebasan ekonomi sebagai kebebasan warga untuk berproduksi, mengonsumsi, dan melakukan investasi harus diperbaiki. Iman mengungkapkan, ada empat faktor yang melemahkan pertumbunan perekonomian Indonesia. Pertama: investasi dalam sektor pertambangan. Kedua: belanja pemerintah. Ketiga: ekspor. Keempat: konsumsi.
Investasi utama yang ditonjolkan Indonesia, katanya, adalah dalam sektor pertambangan. Namun, sektor ini ternyata tidak dapat menyumbang pertumbuhan industri, sehingga tidak dapat menaikkan pertumbuhan perekonomian. “Jika Indonesia terus mengandalkan sektor ini, tentu akan melemahkan Indonesia,” tuturnya.
Bukan hanya itu. Diungkapkan Iman, Indonesia juga masih bersandar pada ekspor bahan mentah, dengan persentase mencapai angka 70%. Padahal, harga bahan baku mentah di dunia terus turun.
Iman juga mengatakan, jika masalah kredit perbankan dan korupsi masih merajalela di Indonesia, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara produksi terbesar di dunia pada tahun 2030 terasa sulit diwujudkan. Cita-cita itu sendiri berlandaskan prediksi adanya bonus demografi, dengan peningkatan populasi sebesar 74%.
Pembicara lain dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Dr Arifi Saiman mengatakan, negara-negara di kawasan Afrika seperti Nigeria, Afrika Selatan, Mesir, Angola, Pantai Gading, Aljazair, Djibouti, Benin, Ghana, Tanzania, Kenya, dan Ethiopia sangat potensial sebagai mitra perdagangan untuk bisa meningkatkan perekonomian Indonesia. “Negara-negara di kawasan Afrika ini potensial menjadi mitra dagang utama Indonesia,” ujarnya.
Dalam hubungan kerja sama, menurut Arifi, negara-negara Afrika terbukti memberikan peningkatan pendapatan di Indonesia. Diungkapkan, pada tahun 2014, kerja sama perdagangan Indonesia dengan Afrika meningkat sebesar 11,7%, yaitu sebesar US$ 11,7 miliar, dibandingkan tahun 2013 yang hanya sebesar US$ 9,88 miliar. Menurut Arifi, dalam melakukan kerja sama perdagangan dengan negara-negara di Afrika perlu pemetaan agar lebih tahu potensi pasar yang disasar.
Dijelaskan Arifi, jatidiri Afrika apabila dipetakan terdapat empat bekas koloni, yang menjadikan perbedaan kesuksesan perekonomian di kawasan tersebut, yakni bekas koloni Inggris, Prancis, Portugal, dan Spanyol. “Pemetaan ini untuk mengetahui potensi pasar dengan mengetahui terlebih dulu dari pembagian pemetaan bekas koloni di setiap negara. Ini disebut dengan intelligent market,” ujarnya. [YUK/PUR]