Berhasilkah Belanda? Big no. Memang kaum republikan sebodoh itu? Belanda rupanya tidak menyadari bahwa kaum republikan ada di mana- mana. Dan cita-cita mereka sama. Ingin membentuk negara Republik Indonesia yang satu nusa, satu banga, dan satu bahasa.
Lalu, apa yang dilakukan kaum republikan di NIT? Mereka mempengaruhi Belanda agar NIT berbentuk parlementer. Bukan presidensial. Dengan sistem parlementer, kelompok kecil kaum republikan di NIT dapat mempengaruhi negeri ciptaan Belanda itu agar secara politis selalu pro-republik. Ketika Ida Agung Gde Agung, bangsawan Bali, menjadi perdana menteri NIT, di parlemen ia menyatakan, secara ekonomi NIT berdiri sendiri. Tapi secara politik dan diplomasi, NIT mengikuti kebijakan Republik Indonesia di Yogya. Belanda kecele. Ternyata NIT tetap setia terhadap Soekarno-Hatta.
Sekali lagi, NIT membuktikan kesetiaannya kepada kaum republikan di ibukota Yogyakarta. Hal ini dibuktikan ketika Belanda melakukan agresi kedua di Yogyakarta, 19 Desember 1948. Perdana Menteri NIT, Ida Agung Gde Agung, memprotes keras Belanda. PM Ida Agung meletakkan jabatan sebagai protes terhadap agresi tadi.
Baca juga: Kopiah, dari Busana Keagamaan Menjadi Busana Nasional
Dalam agresi itu, Belanda menyerang ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta dan menangkap Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir dan para pemimpin RI yang lain. Agresi tersebut bertujuan untuk menghancurkan RI. Meski RI secara teritorial kecil, tapi di situ banyak sekali pemimpin bangsa, diplomat handal, dan kaum terdidik yang punya jaringan internasional. Itulah sebabnya Belanda ingin menghancurkan RI. Setidak-tidaknya membuat RI tak berkutik dalam struktur RIS.
Belanda kecele. Akibat agresi Yogya itu, alih-alih federasi negara boneka mendukung Belanda, yang terjadi sebaliknya. NIT memprotes agresi tersebut. Negara Pasundan di Jawa Barat juga memprotes. Begitu pula negara-negara anggota RIS yang lain. Gubernur Jenderal Van Mook — kuasa Belanda di RIS — kesal. Karena semua negara anggota RIS tak mau menyingkirkan Republik Indonesia dari federasi RIS tersebut.
Van Mook tidak menyangka, para pemimpin negara boneka yang dibentuknya — tetap setia dan pro Soekarno-Hatta. Mereka tidak mau bila Republik Indonesia yang beribukota di Yogya, disingkirkan dari RIS. Jadinya, penangkapan Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir (Perdana menteri RIS) oleh Belanda adalah sia-sia. Negara-negara anggota RIS tidak setuju jika Republik Indonesia disingkirkan dari federasi RIS.