Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (paling kanan)/wikidpr

Koran Sulindo – Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mengatakan akan menyerahkan segera berkas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) duggan korupsi yang dilakukan Fahri Hamzah waktu menjadi wakil ketua Komisi III DPR.

“Insya Allah bukti yang serahkan ini cukup untuk membuat Fahri jadi tersangka,” kata Nazaruddin, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (19/2/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Nazaruddin menjadi saksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), hari ini.

Fahri saat ini adalah Wakil Ketua DPR.

“Nanti akan saya serahkan ke KPK, datanya dengan jelas, di mana saya menyerahkan uangnya. Di mana dan berapa angkanya dia menerima yang beberapa kali. Nanti saya akan sampaikan,” katanya.

SBY

Nazaruddin juga membantah keterlibatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam proyek KTP elektronik.

“Masalah Pak SBY, soal e-KTP, Pak SBY itu tidak pernah terlibat dan tidak pernah kita di Cikeas itu, seperti yang dibilang Mirwan Amir, Ibas juga tidak terlibat sama sekali. Makanya dari awal tuntutan Pak Irman yang komplit itu tidak ada nama Pak SBY ataupun nama Ibas,” katanya.

Selain itu, Nazaruddin berharap KPK membuka nama-nama lain dalam kasus korupsi KTP elektronik.

“Seperti ke Mirwan Amir, kan ada jutaan dolar, puluhan miliar. Nah ini harus dimaksimalkan uang kerugian itu. Siapa lagi yang terima itu contohnya seperti Anggie (Angelina Sondakh), Wayan Koster, itu khan banyak supaya bisa benar-benar kerugian negara itu maksimal,” katanya.

“Contohnya ada beberapa kepala daerah seperti Isran Noor, dia jelas ada cek-nya Rp5 miliar ada uang dicairkan khan sebenarnya, tidak sulit untuk mengungkapkan itu. Ada Irwan, bupati Meranti, ada juga Rp16 miliar, ada catatannya, di mana menyerahkannya. Terus Wardan, bupati Tembilahan, ada semua angka-angkanya menerima terus ada bupati yang lain dan ada anggota DPR lain,” katanya.

Noor adalah Bupati Kutai Timur pada periode 2009-2015, Irwan yang dimaksud adalah Irwan Nasir, Bupati Kepulauan Meranti, Riau, sedangkan Wardan adalah Bupati Indragiri Hilir, Riau, yang salah satu kecamatannya adalah Tembilahan.

Asimilasi

Soal permohonan asimilasi yang diajukannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Nazaruddin mengaku pasrah.

“Kita ini kan negara hukum. Kita ini negara aturan, saya minta kepada semua aparaturnya, ikuti lah aturan. Kalau saya melawan aturan kan, ini saya kena masalah hukum, saya dipenjara kan karena ikuti aturan,” katanya

Kepala Subbagian Pemberitaan Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham Ade Kusmanto sebelumnya menyatakan bahwa Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, mengusulkan untuk memberikan asimilasi kepada Nazaruddin.

Asimiliasi adalah proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan dalam kehidupan masyarakat.

Namun Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan KPK menolak memberikan rekomendasi asimilasi kerja sosial kepada Nazaruddin karena  sudah mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan yang banyak.

Nazaruddin adalah terpidana dua perkara, yaitu korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan suap proyek pengadaan yang dilakukan oleh PT Duta Graha Indah serta tindak pidana pencucian uang. Total hukuman Nazaruddin adalah 13 tahun penjara.

Ia dinilai telah memenuhi syarat baik administratif maupun substantif untuk mendapatkan asimilasi dan pembebasan bersyarat. Lokasi asimilasi Nazaruddin juga sudah ditentukan, yaitu di sebuah pondok pensantren di Bandung, Jawa Barat.

Pengusulan asimilasi Nazaruddin oleh Kalapas Sukamiskin diajukan pada 23 Desember 2017 karena dinilai telah menjalani dua per tiga masa hukuman pidananya terhitung sejak pertengahan Desember 2017.

Bekas pemilik Permai Grup itu sering mendapat remisi selama 2013–2017 yang keseluruhannya mencapai 28 bulan.

Ia seharusnya baru dapat bebas murni pada 31 Oktober 2023, namun bila pembebasan bersyaratnya diterima, maka Nazaruddin dapat bebas pada sekitar 2020.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Pasal 36A ayat 1 bahwa pertama asimilasi diberikan Menkumham setelah mendapat pertimbangan Dirjen PAS; kedua Dirjen PAS dalam memberikan pertimbangan dengan memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan keadilan masyarakat; dan ketiga Dirjen PAS wajib meminta rekomendasi kepada instansi penegak hukum Kepolisian, Jaksa Agung, dan atau KPK. [DAS]