Nasib Sopir Online di Tengah Wabah Virus Corona

Ilustrasi: Virus COVID-19 dipotret dengan dengan mikroskop/Rospotrebnadzor/TASS

Koran Sulindo – Pada suatu April 2020. Eko Aryanto Saputra, 36, seorang pengemudi transportasi berbasis aplikasi tak pernah membayangkan hidupnya akan merosot karena wabah virus influenza yang melanda dunia.

Sejak virus itu masuk dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, pendapatan Eko turun drastis. Ya itu semua karena virus influenza yang bernama corona jenis baru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya Covid-19.

Eko tentu tak paham mengapa virus itu begitu cepat menyebar ke seluruh negeri di dunia. Dan Eko sama sekali tak paham virus influenza atau corona jenis baru itu. Yang ia tahu adalah membawa penumpang dan mendapatkan uang demi kehidupan keluarganya.

Eko bercerita, semenjak virus corona merebak, semula bisa menarik hingga 16 kali perjalanan sehari. Kali ini untuk mendapatkan 4 permintaan pun sulit. Akan tetapi, kebutuhan dan perut tak mengenal corona. Ia harus tetap mendapatkan uang demi anak dan istrinya.

“Sebenernya takut juga kena virus corona ini. Tapi bagaimana keluarga di rumah juga perlu makan. Order dari jam 6 pagi sampai jam 9 malam hanya 2-4 yang masuk,” tutur warga Perumahan Masnaga Galaxy Bekasi Barat itu saat ditemui beberapa waktu lalu.

Dalam situasi ini, Eko mengaku tidak bisa berbuat banyak. Ia berharap, pemerintah pusat mau memperhatikan kondisi masyarakat yang terdampak akibat virus menular ini. Walau ia tetap berusaha untuk mencari penumpang setiap hari.

“Pas muncul corona, saya online 2 jam lebih pagi dan hasilnya hanya 2 – 4 orderan yang saya dapat,” katanya.

Penghasilannya yang berasal dari 4 kali perjalanan itu harus dibagi dua: untuk kebutuhan rumah dan untuk membeli bahan bakar minyak. “Bahan bakar yang saya beli untuk kerja besok lagi,” tambah Eko.

Itu baru dua kebutuhan. Lalu, bagaimana dengan cicilan kendaraan? Selama wabah virus corona berlangsung, Eko agak kesulitan membayar cicilan kendaraannya. Masalahnya ya itu tadi: penghasilannya hanya mampu menutupi kebutuhan rumah tangga dan bahan bakar minyak.

Itu sebabnya, perusahaan pembiayaan tempatnya mencicil kredit kendaraan acap mengejar-ngejarnya. Walau saat bersamaan – menurut pemerintah – tukang ojek, sopir taksi, dan nelayan yang saat ini memiliki cicilan kredit diberi kelonggaran membayar kreditnya selama 1 tahun.

Dan itu diatur dalam Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2020 yang berlaku sejak 16 Maret 2020 hingga 31 Maret 2021. Meski ada aturan tersebut, toh itu sama sekali tak berpengaruh terhadap ojek online dan sopir berbasis aplikasi.

“Padahal kita lagi ada masalah covid-19 ini, yang berdampak kepada sepi penumpang, rasanya gimana gitu,” kata Eko.

Dari semua situasi ini, Eko semakin bingung. Bingung karena wabah corona, bingung memenuhi kebutuhan rumah tangga termasuk membayar cicilan kendaraan dan bingung dengan kebijakan pemerintah yang tak berpengaruh terhadap rakyat secara umum terutama seperti dirinya.

“Saya bingung apakah pihak perusahaan pembiayaan atau memang pihak leasing yang sengaja tidak peduli dengan pernyataan yang disampaikan presiden,” kata Eko.

Grab & Gojek Harus Beri Data
Soal ini, Otoritas Jasa Keuangan minta perusahaan aplikasi seperti Grab dan Gojek yang mempekerjakan pengemudi ojek daring agar menyerahkan data pengemudi dan data kendaraannya seperti nomor mesin serta rangka untuk memudahkan keringanan cicilan kendaraan.

Ini juga berlaku untuk perusahaan rental kendaraan yang mempekerjakan pengemudinya yang meminjam melalui perusahaan pembiayaan.

“OJK meminta kerja sama dengan perusahaan ini untuk memudahkan pengajuan keringanan dilakukan secara kolektif oleh perusahaan dimaksud,” kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.

Sementara, berkaitan dengan viral video pengemudi online yang akan ditarik kendaraannya, OJK telah mengecek bahwa yang bersangkutan meminjam/melakukan cicilan dari perusahaan jasa rental kendaraan yang bukan lembaga jasa keuangan di bawah pengawasan OJK.

Perusahaan ini merupakan mitra kerja dari perusahaan yang mempekerjakan pengemudi daring. “OJK akan memanggil perusahaan daring maupun perusahaan jasa sewa kendaraan yang melakukan kegiatan leasing untuk mengklarifikasi video yang viral tersebut,” kata Sekar.

OJK masih mendengar keluhan yang disampaikan melalui surat elektronik atau telepon call center OJK berkaitan masih maraknya penagih utang  yang menemui masyarakat, khususnya yang terkait dengan pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan/multifinance.

Terhadap hal tersebut OJK menegaskan dan meminta kerja sama nasabah/debitur dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai berikut :

1. Keringanan cicilan pembayaran kredit/leasing tidak otomatis, debitur/nasabah wajib mengajukan permohonan kepada bank/leasing.

2. Bank/leasing wajib melakukan penilaian dalam rangka memberikan keringanan kepada nasabah/debitur.

3. Keringanan cicilan pembayaran kredit/pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu maksimum sampai dengan 1 tahun, bentuk keringanan antara lain penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara dan/atau lainnya sesuai kesepakatan baru.

4. Penarikan kendaraan/jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak Covid-19, dapat dilakukan sepanjang bank/perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

5. Menghentikan sementara penagihan kepada masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 seperti, pekerja di sektor informal atau pekerja berpenghasilan harian. Namun untuk debitur yang memiliki penghasilan tetap dan masih mampu membayar tetap harus memenuhi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan. [WIS]